Translate

Saturday, December 27, 2008

celoteh kopi dan air mineral

kopi hangat saling bertegur sapa
bersama aku dan air mineral
meramu celoteh tanpa terkunci
setiap kata pun berguguran
dan masih sempat kudengar
kalimat per kalimatnya
masih tampak seperti kemarin malam
untuk besok malam
mungkin kalimat itu akan selalu bermuara
dalam celoteh kopi dan air mineral ini

Desember 2008

Wednesday, December 24, 2008

kepada rumah

ada banyak gelisah
di bawah atap bocor ini
sekumpulan cemas
melumuri ruang kesunyian
pasrah,
dalam hujan yang tak lagi menjadi berkah

Desember 2008

aku masih tak percaya

masih pula kuhitung waktu
di tiap detik per detaknya
mengecewakan setiap kebersahajaan
yang kupadu - padankan
bersama sejuta persoalan
aku masih tak percaya
apakah bisa kututupi dengan sebuah senyum?

Desember 2008

dunia dan hidup

dunia ini omong kosong
terbentuk dari kesepian
menuju peradaban kegelisahan
dan menghasilkan kesedihan

sebab di bawah kelembaban awan
hidup ini adalah beribu persoalan
yang tak terbantahkan

Desember 2008

hikmatilah

hikmatilah
gerimis yang kini menetes
kembangpun tergenggam
di tanah hitam becek menggenang
akar sepi terpendam
merambati hidup untuk dedaunan

Desember 2008

aku seorang kawan yang kau curi

bila aku menghilang tanpa pesan
lepaskanlah, kau tak perlu risau
mencariku di telepon genggam
bukankah aku seorang kawan
yang kau curi dari ruang telepon genggam
di sela jemarimu
biar tak ada yang merasa bersalah
dan tak ada yang disalahkan

Desember 2008

selamat, kawan

satu persatu telah memilih alur rajutnya
masing - masing menemukan hidupnya
bersatu
berkomitmen
melepas sepi gundah sendiri
membangun keberduaan
pada ikatan pernikahan
selamat, kawan

Desember 2008

sedihku beralasan...

sedihku beralasan tanpa pekerjaan
yang tak bisa membetulkan atap bocor rumahku
dan dibingungkan awal bulan membayar tagihan listrik dan PDAM

cepatlah, aku harus cari uang dulu
menyimpan dulu mimpi
menyimpan dulu rasa senang
menyimpan dulu gerakan politik
atau makan sebungkus mie instan dulu yang dibagi dua dengan ibuku

sedihku beralasan tanpa penghasilan
yang tak bisa membawa ibuku jalanjalan
dan tak bisa mencari pacar seperti masa SMPku

Desember 2008

Tuesday, December 16, 2008

bertanyalah tentang aku

bertanyalah tentang aku
dengan sekuat tenaga
pada setiap kali kepulangan
menuju kampung halaman
cobalah dengan berani
mencoba untuk bertanya
kenapa harus di pendam dalam ego?

Desember 2008

ingatlah aku sebelum kau tersenyum

ingatlah aku sebelum kau tersenyum
ada aku yang tak di sampingmu
ada aku yang lupa kau goda dulu
ada aku yang tak kau tahu menunggumu
ingatlah aku sebelum kau tersenyum

Desember 2008

entahku tak pernah beranjak

entah
hingga matang
makin membentang
membangun langkah kusam
terus memandang
entahku tak pernah beranjak
karena tak bisa memilih arah
terkadang harus salah arah

Desember 2008

berjalan

melangkah
tertegun
sadar dalam peristiwa
aku bergerak
menapak
seimbang
bebas
memilih
aku bebas seperti pikiran
yang dibayangi matahari
dan bulan yang bersaksi

Desember 2008

demikianlah,

aku masih melangkah
menghitung cemas
menyerap usia
dalam kepekatan jenuh mengurai
demikianlah,
aku tak bisa menolong diri sendiri
hanya kekalutan yang kutafsirkan

Desember 2008

Friday, December 05, 2008

dikejar hujan

di sepanjang jarak
di antara deretan angka mewaktu
berlarilah dengan riang
dalam kubah penangkal hujan
jangan sampai
mencapai kedalaman tubuh
dengar, kan
butir air bernyanyi deras
hingga mencapai kedalaman tanah

Desember 2008

melati

wangi melati ini memudar ketika embun gerimis sisa semalam menjatuhkannya ketanah dan membuatnya tenggelam dalam becek.
di pinggir sungai keruh berlumpur, deras seperti dikuras membaurkan isaknya ketika jarak tak lagi membagi batas melalui alir becek bersama melati dan menyatulah pada sungai melajukan keberangkatan keluh kesah kesedihan bersama sepi tak berbatas, sendirian dan meninggalkan aroma wangi yang masih menempel pada ingatan berupa kenangan yang tak berhak lagi berurusan dengan musim .
dari kepergian lakon hening melati yang bermuara dalam lumpur, wangimu tetap tertata rapi di hati yang menciummu.

desember 2008

Tuesday, November 25, 2008

aku hanya ingin menulis puisi

aku hanya ingin menulis puisi
berpesta kata berfoya karya
terserah aku mau bagaimana
selesai
tanpa koma
dan titik

November 2008

cerita akhir pekan

hari yang menakutkan
bau pengap berdebu
berlumur keringat ratapan
diam meronta ke lubuk
untuk membusuk dan tersungkur
sebagai minggu tak berarti

November 2008

aku menunggu malam

matahari memanas di tubuh
membangun kehangatan
saat senja tiba
bulan belum juga datang
katanya masih nyangkut di ranting rapuh
didorong semilir angin
yang enggang untuk berbagi
padahal aku menunggu malam
katanya bisa di kemas dan
bisa menjadi persemaian para penyair

November 2008

selamat datang, hujan

datang dari pusaran mata angin
sayu menggigil meneteskan banjir
selamat datang, hujan
selamat membasahi duniaku
membuat becek halaman rumahku
dan menggenangi dapur bocor rumahku

November 2008

kenanganku adalah beribu kunang - kunang

sunyi dan sendiri
merebah di ranjang sepi
membaca puing cerita berkeping
karena kenanganku seperti penyakit akut
yang bangkit dari menara ingatan
dan setia hadir keluar - masuk
dengan meninggalkan jejak tak berujung
karena kenanganku adalah beribu kunang - kunang
dalam terpejamnya mata - mata sepiku

November 2008

sore, kopi, dan perut bertalu

di sore kelabu bergerimis
kopi susu habis segelas
perut bertalu tampak mengemis
bersama dingin mengakar di teras

November 2008

agar kelak aku bisa tersipu

apapun itu adalah untukmu
tak usahlah mengerutkan dahi
jika mulutku pun masih terkatup
aku hanya berbuat baik terhadapmu
agar kelak aku bisa tersipu
bahwa aku memang pernah
menaruh hati terhadapmu

November 2008

sunyi dan hati

terimalah segenggam sunyi
yang setia bersembunyi
berikanlah setangkai hati
yang tertanam pada teka - teki
di antara sunyi dan hati
yang memasuki pori - pori
hanya sebatas mencari
dari cinta sebagai tempat kita berbagi

November 2008

mengapa

ada yang harus kueratkan
sebelum bertemu denganmu
ada pernyataan yang mempertanyakan
mengapa nasibku sedangkal matakakiku?

November 2008

tak ada jalan lain

dari penafsiran yang abstrak
sampai kerumitan metafora
aku menyambut
undian takdir tentang :
"apa yang harus aku lakukan?"
tanpa sorak sorai
dan ketidakpastian
aku tidak dapat melarikan diri
pun untuk sejenak
tak ada jalan lain selain menjalani

November 2008

Sunday, November 23, 2008

sembunyikanlah nama kecilku di hatimu

jika kelak,
kau telah berdua menyatu
berbahagialah, aku yang tinggal sepi
mengenangmu di sini
tapi sembunyikanlah nama kecilku
di hatimu, yang selalu kau sebut
saat malam merindu di ujung
telepon genggammu.
biarlah aku sedih
tapi setidaknya aku tak gelisah

November 2008

apa kabar, siang

apa kabar, siang
mataharimu hilang meremang
saat awan kelabu datang berdendang
kau menyuruhku diam dalam ruang
mendengarkan gerimis bernada riang
melihat di luar air membentang
sampai aku tak sadar rinduku terbuang

November 2008

wajahmu adalah api

mata selalu berpoligami
dengan tatapan birahi
di antara nafas yang berlari

tampan dan cantik memang sakti
ditambah sexy jelas menarik
tapi wajahmu adalah api
yang membakar untuk menyakiti

November 2008

memilih kalah

sakit
sedih
rapuh
merambat di tubuh
membuatkan luka yang tak juga reda

manakala pasrahku
menjadi derita terindah
maka aku akan terbelah
memilih kalah
untuk menjalani kodrat
manusia yang terlemah

November 2008

neraka

riuh
api mendekap dada
meretak
ruang hati terkoyak
mencabik bahasa cinta
karena kita adalah neraka

November 2008

ruang malam kosong

ada yang hilang dari malam
tentangmu tumbuh dari ingatan
meninggalkan pilu
meninggalkan musim
namamu tak habis ku seru
tertatih - tatih menyebutmu
aku hidup di bakar mimpi
di ombang - ambingkan kenangan
terbuai dalam ruang malam kosong

November 2008

aku ternodai

dari alur larik kekuasaan
aku ternodai
sajak diplomatis politis
menekan - mendesak organ otak
terhempas harapan memabukkan
kalimatmu terus menderas
mengantarkanmu
membentuk perutmu
membusung dan membulat

November 2008

di tanah janda ibu pertiwi

zamanku adalah hari ini
ketika gedung ditinggikan
teknologi dicanggihkan
sawah digulungkan
kicau burung pagi
menjadi bising kendaraan

takdirku adalah menjalani kewarganegaraan
sebatas identitas
bagi kemapanan pemerintahaan
pelindung pemodal
sang pemilik kapital

di tanah subur termakmur ini
di tanah janda ibu pertiwi ini
tak ada ampun di negeri ini

November 2008

pejalan yang berdiam

aku masih mengikuti jejak
sebagai pejalan yang berdiam
pada tatanan sosial arogan
di setiap sudut kemunafikan

di sini aku terasing
terpental diam - diam
dalam kepalsuan dunia masing - masing

November 2008

badanku - bingungku

badanku
masih benalu
aku isi dari mengadu
bukannya tak mampu
tapi bingung menyapaku

November 2008

Wednesday, November 19, 2008

wajahku terluka

wajahku terluka
ini derita telalu berbisa
menyemburkan duka
mengubah selera

siapa perkasa?

jerit sedih menggerai sukma
merumbaikan airmata
di depan pelupuk kaca
mengelupasi kulit muka

November 2008

rambut

beribu helai terpatri
pada titik embun memahkotai
tepadu dalam kesatuan
membentuk gaya kepribadian

november 2008

pandangan cinta

tak pernah aku berenang sedalam itu
pada pusaran luasnya biru matamu

november 2008

aku mau

aku mau bersamamu dalam sunyi paling terasing
dengan atau tanpa cinta yang diciptakan
izinkan aku memekarkan sejuta puisi denganmu

aku mau kau besamaku jauh dari hiruk - pikuk kota
dengan atau tanpa komitmen yang disepakati
percayalah bahwa kebersamaan kita membebaskan

November 2008

memburu dalam menunggu

perempuanku
tidak besamaku
tidak juga merindukan aku

kini
terserah dada kiriku
yang masih memburumu
di relung waktu
menunggu kalau kau sembilu
dan membutuhkanku

november 2008

kita - cuaca

kita menyusurinya,
di jalanku, mendung menyisir
di jalanmu menggali parit dari suara petir
langit meretak cepat :
kau memaknai hujan
aku menciptakan tandus
kita di bingkai pelangi nafas senja
pada dekapan cuaca bersahaja
dan musim tak pernah mengartikannya
selebihnya
hujan dan tandus
tetap satu jalan
mewarnai dunia
untuk berevolusi
dan memainkan cuaca kita

November 2008

kemarilah

kemarilah, di sini hampiri aku
tapi dengan setangkai
mawar rekah di matamu
yang tumbuh di kedalaman hatimu

kau mesti kesini
bawakan durinya juga
untuk menusuk kesendirianku
agar terluka - berdarah

dan aku berterima kasih
untuk kamu di sini

November 2008

kepada cinta

seperti desir petir tergetir
menikam jantung untuk berdegup
dan ombak begemuruh lirih
menyambar hati untuk berlabuh

November 2008

akulah salju

raguku terus membeku
bekobar tak habis memburu
terasing sebagai pecundang bisu
hingga kusaksikan akulah salju

aku pun menjelma sayu
memilih puing berkabut kelabu
dari setumpuk tafsir di wajahmu
hanya wajahku lebam membiru

aku terlalu kaku
untuk menyatakan cinta pun
aku takut dan berliku

november 2008

Friday, November 14, 2008

purnama sehabis hujan

purnama sehabis hujan
memang gagah dan termegah
menerangi tinggi langit di atas bumi
hingga malam tersenyum
menjelma mata yang betah berjaga

pada sorot duka terhampa
purnama pun tetap menyendiri
membuatkan bayang di kegelapan
pada musim penghujan
yang membagi angin untuk dingin

November 2008

suatu malam di kamar

di kamar ini aku terpencil
tapi terasa gaduh menggemuruh
ketika sisa gerimis mengais bulan
cahayanya sayu
malamnya layu
ingatanku pun melaju
tumbang di atas ranjang
demi Tuhan,
aku begitu kosong dan hampa
sampai bosan dan tidak bahagia

November 2008

apa gunanya ada di sini

gejolak di balik diam
kelam dalam kamar
saat ini aku membatu
duduk membungkuk
sambil tertunduk

jauh dari pikiranku
aku merasa lelah dan tertekan
aku merasa tak mengerti
apa gunanya ada di sini?

November 2008

kata berasa mangga

tak kutemui lagi di sini
pecahan kata berasa mangga
seperti fakta berbicara
bahwa aku memang terbata - bata

sudah kau kupas mangganya
tolong kirimkan kata-katanya

biar menjadi sajak yang kubaca
dengan kumpulan kata berasa mangga

November 2008

lelap

aku sedang terbaring
merebah - menutup mata
sendirian di atas lelap
yang menyekap dan pengap
yang tanpa sadar dan gemetar
seluruhnya rumit, tak tertolong
menggigil tidak masuk akal
aku takut
di alam hitam terkental
: pahit

November 2008

pagi di november

musim berganti
awan bergeser

biru jadi kelabu
hujan sungguh nyata
pada pagi yang terbukti
menelurkan embun kantuk

di november
hujan pagi
menjadi kopi hangat
yang membalut
tubuh dengan selimut

November 2008

awal bulan

himpitan di hadapanku
menebalkan luka kusut letih
tak peduli waktu atau pun hari
awal bulan akan menelanku

November 2008

Monday, November 03, 2008

kepada ucap

atas dasar bahasa
yang terkelupas menjadi kata
memaknai suara, di setiap
ruang relung berlentera
dari gerak dan organ otak
menjadikan ucap berkatakata

November 2008

dalam sunyi

sunyi yang tak kupahami
sunyi bunyi - bernyanyi
selirih getir kecapi
mendayu sampai mengelupasi mistis

sunyi menyangkut
pada helai nafas nyaring - meruncing
dengan dendang irama dan syair

sunyi
bertalu dendang genderang bising
tumbuh terselubung resah
menerus menyekap jiwa
mengepung asa
pada rasa yang berserakan
cemas bertepuk
nada sunyi terus bernyanyi
dan menari

November 2008

tubuhku

tidak akan dapat kau temukan
tubuhku dalam hingar - bingar kesenangan
terompet, rokok, bir, dan ocehan
meracau tampak berisik
namun tubuhku tetap tampak sepi

diamdiam senyum tenggelam
terdiam menggenggam luka terlegam
sampai semua rontok
sebelum tubuhku lebur terkubur

tubuhku logika kematian
meliarkan galau kesunyian
pasrah terpanggang waktu
membakar prasasti kebahagiaan

tubuhku adalah
perjalanan panjang kesederhanaan
yang menjejak
pada detak nadi kesendirian

November 2008

dari mataku

dari mataku
tangisku tak lagi berair
tapi debu padang pasir terkering
rengekku pun bisu
ringkihku tanda tanya besar
rapuh - tegar silih berganti
walau jerit air mata
masih saja bergeming
tetap saja butir pasir mengepal
terus mengalir

November 2008

Thursday, October 30, 2008

apa arti semua ini

awal yang tidak diduga
akhir pun tak pernah terduga

Oktober 2008

kepada gelisah

hujan yang tanggung
cuma membuat kangen yang tanggung pula

dan pertarungan belum utuh
itu berarti
aku menunggu
untuk tertusuk larik bait puisi

Oktober 2008

seteguk pertemuan

apa lagi yang bisa diharapkan
dari waktu yang telah terlewatkan

semua usai dan selesai
tinggal merangkak menuju akhir
yang mengugurkan musim
dan meledakan pertemuan
menjadi sebuah perpisahan

Oktober 2008

menyerah

seberapa jauh lagi aku harus menyerah?
pulang ke sejarah pembentukan
mengekalkan kebekuan mimpi
pada sekerat udara yang tidak berbaju
menelanjangiku
memahat kepecundangan
menghaluskan kesenyapan

sunyi pula yang memelukku
membawaku pada ruang kesendirian
menggantungkan diri pada setiap kata
dan menerobos lepas dari dunia
dengan luka yang tetap menetes
bahkan dalam kata yang membebaskan pun
aku terluka, terpental tak dimengerti
terbaring merajut pembantaian dari parade dunia

dalam risaupun
aku tetap mendekap pada kata menyerah

Oktober 2008

lagu cium

ada nyanyian
di tembok kokoh yang berkaca
melagukan desah nafas
mendendangkan syair dan rintihan

tembang tembok berirama sumbang
memberikan nada getir
saat bibir menancap - meliar
menikam - menggelepar
di lubuk mulut
dimaknai sebagai lantunan lagu
musikalisasi jutaan puisi asmara

Oktober 2008

bosan

adalah kebosanan
di keremangan gelisah
yang mempermainkan naluri
apa yang bisa aku lakukan?
begitu kupahami
ketukan kedip mata
mendetak kebingungan

sorot mata kebosanan ini
lebih dari suatu kerinduan di pagi hari

Oktober 2008

tak ada apa pun di hari apa pun

memulai pagi
dengan tata rambut rapi
sesudah mandi, disingkapnya kembali
dan diacaknya kelimis ini
lalu menatap tajam pada cermin
dan bertanya pada cuaca buruk
apakah nasib buruk selalu berjeruji?

hari ini adalah hari kemarin
hari esok adalah hari ini
tak ada apa pun di hari apa pun
hidup,
reruntuk harapan
yang di jalani tapak kaki

Oktober 2008

apa

apa ada tentang apa
di antara apa yang memang bukan mengapa
dan tak ada bagaimana
mari kita tanya berulang
di setiap praduga
yang selalu mengembara
bertanya tentang apakah apa?

Oktober 2008

tersesat sendiri

terik ini menarik ketiak
di sepanjang larik berisik
terkungkung sengat mengusik
debu, asap, dan berita kematian
menyeretku dalam kendaraan
lalu
siapa yang akan menyapa kesendirianku?

Oktober 2008

Wednesday, October 22, 2008

penat di rindu

betapa sempurnanya keterdiaman
merangkai irama tersunyi
terpoles peristiwa kegamangan
manakala meresapi penat
muncrat di rindu
tenggelamlah kedalam
sepercik desah amarah......

Oktober 2008

bunga dari sebuah nama

bunga mawar
bunga mekar

bunga rasa
bunga risau

bunga batu
bunga bisu

dari
sebuah nama
yang terpaku!

Oktober 2008

usia

detik mendetak
terseok tak terkira
umurpun menderas
memvonis hari tua
sudah pasti itu akan mengeras

Oktober 2008

aku datang

aku datang padamu untuk sunyi
merasuk di dalam terasingmu
walau tak kukenali
ku' coba tuk mengenali
tentang kata dan sepi
yang kau kemas dari harihari

Oktober2008

Monday, October 20, 2008

suatu pagi

kau menyusup menggeliat
dalam sebuah aroma api pagi yang kering
seperti embun yang tak lagi dingin
menikamku di pagi ini
pagi yang menggerahkan
pagi yang tak terkontrol
amarahmu merajai
jika aku bersalah
mohon
maafkan!

Oktober 2008

malam tak berbentuk

bulan temaram terang
tertawa terbahak riang
meruang pada telepon genggam
yang terpanggang di setiap gang - gang

lewat jarak yang bergetar
mengabarkan rangkuman katakata

cerita telah diciptakan
semalam suntuk
semalam tak berbentuk
tanpa kepastian
kita meneguknya dalam kantuk

OKtober 2008

di rumah yang tercekik

di rumah yang tercekik
di ruang yang tersepi
di antara kulkas dan televisi
aku menggigil
melihat borjuis yang tak habishabis

Oktober 2008

telaga mulut malam

aku terkapar
di antara degup jantung
dan puisi yang kau bacakan
seketika,
sehelai kata beraroma mangga
mengiris birahi di antara selembar senyum
menelanjangi pikiran
mencumbui kerinduan

aku terkoyak
disaat aroma mangga berubah rasa
mengoyak tak berasa
mengoyak para malaikat
ketika aku meremas
telaga mulut malam yang mengeras

Oktober 2008

kenapa ?

batu memang keras
kenapa juga kau ikut - ikutan keras
kenapa ?

Oktober 2008

di sinipun adalah pantai

malam di pinggir jalan
mendamparkan diri
pada butir berdebu
dan bau aroma aspal yang berasap

dingin di sini
pada tubuh yang berkeringat
ditabrak angin yang tersesat
di sinipun adalah pantai
ketika bising kendaraan
adalah bising debur ombak

Oktober 2008

ini fatwaku

aku murka
terbakar kedangkalan
kering mengkerak
tercabik jahit pesona
merapuhkan
memabukan
membodohkan

aku tak akan minta ampun
pada setiap detik sejarah
dan masa depan
ketahuilah, ini fatwaku

Oktober 2008

tanpa kata

pada satu titik tak berkoma
kalimat terpental - pental
dalam paragrafpun aku tak sempurna
apa mau dikata
jika tak ada lagi kata
sudah
mari maknai obrolan ini
dengan diam
tanpa bahasa
tanpa memunculkan kata

September - Oktober 2008

kering

malam ini kering
hilang dari bayang
bersuara kidung lembayung

jiwamu kini kering
terbaring makin melengking

suaramu pun kering
diam di suasana hening

ayolah jangan kau buat
lidahmu juga mengering

September 2008

tersesat di ruang sendiri

saat ini jam sepuluh
tapi sudah lebih duapuluhlima
tepat di malam hari
tanpa siapapun

ini hari ke delapanbelas
angka yang dimiliki sang kamis
bulan pun sudah yang ke sembilan
berada di ruang duaribudelapan

di ruangku sendiri aku tersesat
kehilangan diriku sendiri

September 2008

Thursday, October 09, 2008

ucap pamit

bulan terpancar
di angin yang terkencang
keringat tersegar
di malam yang terkenang

melelah berlabuh
pada tubuh yang terkeluh
waktupun melebur
dan ucap pamit mengubur

aku termangu remuk bentuk
ada berpisah karena ada bertemu
terima kasih terucap di pesan
untuk memastikan
pertemuan ini menyenangkan

September 2008

[ tanpa judul ]

waktu jugalah yang bercerita tentang perubahan
tak peduli apa ini mimpi atau mati
tetap membeku pada tanaga urat nadi
untuk melanjutkan perjalanan di sore hari

selalu tak pernah mengerti
apa arti dari tangis
tatkala jerit membaringkan diri
dari sejuta suara yang diyakini

lewat keterpencilan
dengan sekerat kesakitan
perasaan sudah menjadi bangkai
terdampar dalam parit
dan pada pematang bait
masih saja dangkal
agar hidup bisa terpahami

Oktober 2008

di kedalamanmu untuk tersesat

baiklah,
bolehkah aku lebih mengenalmu?
untuk tersesat di labirinmu
tak usah terganggu, aku tak mengganggu
sekedar menyelami kedalamanmu

aku cuma teresahkan
ternyata bayangmu menyegarkan
tak usah berpikir apa lagi menegur
jika aku tak lebih sebagai tragedi dengkur

biar kubisikan;
ketakutan
keputusasaan
mereka berdua mengintaiku
maka itu
biarkanlah
aku
bertamasya
di kedalamanmu untuk tersesat

Oktober 2008

senyum

senyum,
di bibir yang tak pernah kumengerti
tak pernah lepas dari kuncup termanis
walau tak bergincu
kusetubuhi sampai menyayat hati

6 Oktober 2008 tengah malam

di sebuah pertemuan

di sebuah pertemuan
kita adalah obrolan
ada cerita pencarian
tentang kita yang kesorean
melalui perjalanan dan kepasrahan

katapun dikemas
terbawa kalimat deras
terdampar di halaman
tertumpah dalam kegelisahan

pertemuan ini bermisteri
mungkin hati yang terpungkiri
di antara dua wajah hati
ingin kuselipkan imaji

tertanda rasa kerinduan
di sebuah pertemuan

September 2008

Kadipaten - Bandung

pergi menjelang sore
elf - mikro ini sesak sekali
duduk di pinggir gadis cantik
mengundang mata melirik-lirik
tubuh kaku tak berkutik
pengap terberat
mata terlelap
tapi tetap aku harus tegap

sore tiba, di kota yang di tuju
menuju tubuh
yang mempunyai kata, nyawa, dan sepi

di sampingmu nanti aku pastikan
sunyimu adalah tetap yang tercantik

6 Oktober 2008

menggores sore

senja buram ditengah kemarau
aku melarut
pada sorot mata terbingkai
serta senyum mungil mengalir

setapak demi setapak
langkah terlukis di hamparan hitam
menjejak pada detik - menit terbuang
lewat keberduaan kita menggores sore

September 2008

kamu

sepi disini
temaram remang remang
melawan gelap menakutkan
di dalam, di sini
kamu terbang
kamu melayang
kamu mengawang
kamu membayang
kamu terkenang
merekah
setengah
terkunyah
oleh
ruang otak tak bersisi

demi kamu seutuhnya kamu
di ruang empat sisi
aku terkuliti

September 2008

hujat aku

hujat aku dengan sikap kerasmu
agar menjelma kegilaan hasrat

hujat aku dengan celoteh sinismu
supaya lahir cemas dan khawatir

dengan diam diam
aku mencairkan mataharimu
dengan diam diam pula
aku mencari muara dari hasil yang kucairkan

September 2008

refleksi keganjilan

sudahlah,
kita memang mengganjilkannya
ketika semua menggenapkannya
kau bilang ini aneh
lantas akan kau sebut apa lagi hal ini?
kita memang merindukannya
tentang mimipi yang membara
tentang satu kata yang menggelora
: cinta
itulah masalahnya

September 2008, (cinta yang tidak harus diucapkan)

tentang satu engkau

segalanya kau pertanyakan
kecuali lembut keperempuananmu

kau merasa dirimu
kau merasa batu

suka - tidak tetap satu dirimu
dengan seribu kail kau tak tergoyahkan

kenapa pula kau risaukan
antara nyaman dan tenang

jika kau menikmati dirimu
maka kaulah nyaman dan tenang itu

begitupun untukku

September 2008

menuju ujung

dan silakan mendakilah
mengeja langkah petualanganmu
bersama senja yang di tinggalkan
menuju fajar yang tak terlupakan

menjumpai adalah harapan
bagi setiap gelisah yang terisyaratkan

cobalah menjelma angin
agar bisa cepat memahat gunung
dengan berpangku pada timbunan dingin
lewat malam menuju puncak paling terujung

puncak ketinggianku cemburu murka pula
ketika kau bilang bahagia di dalamnya
saat kau menyetubuhinya
saat kau berada di puncak gunung itu

September 2008

catatan menjelang pagi

pagi buta membabibuta
bagi kata tak berkatakata
tak peduli sehuruf atau sekata
kenapa kau diam tak berada ada

lewat fajar kutitip sapa
terima kasih untuk pagi yang bersuara

September 2008

jangan tanyakan

mohon jangan bertanya
tentang aku di hari ini
ketika aku masih mengeja huruf
tentang kehidupan

belajarku tak akan pernah usai
seseringnya kau ziarahi
pusaran realitas kelas
zaman hariku tetap kuciptakan sendiri

memang aku terjepit
saat kau tabur pertanyaan
sederhananya
aku mungkin merusak hidupku
tanpa masa depan yang kutafsirkan

aku tersangkut pada dekapan ruang
tapi aku jalani sebagai perjalanan usang

September 2008

ketika terdiam

kalimatku tersumbat
kau menghitung detik
wajahku tampak pucat
kau membuatku tak berkutik

September 2008

hadiah untuk sang adik

di tepi jalan pada persimpangan
empat jalur yang tak pernah mati
pejalan-pengendara tanpa hilang batas
malam aspal tergilas oleh pelintas

di tepi jalan pada pendamparan
di bawah sinar kemodernan
di satu toko, satu harga tetap merogoh
mencari yang berarti untuk arti dari sang adik

lama benar harus terdampar
melelahkan mata, melangkah membolak balik
tapi dengan candamu sungguh menyenangkan
semoga yang berarti memiliki arti sampai ke hati

memang
kau kakak yang baik
tahu benar selera sang adik

September 2008

antara nisan dan percakapan

siang ini terlalu menggairahkan
duabelas
panas
di rabu yang berduka cita
duaempat
menggeliat
di antara nisan dan percakapan
sembilan
memainkan
kau terbalut memainkan sukma
duaribudelapan
terperankan

ternyata
pada setiap angka
rindu bukanlah isyarat
bersama puisi kau melebur
menjadi sebentuk
kesunyian
yang tersunyi
yang terberkati
yang terindui

September 2008

pada petang itu

petang hari di keramaian
tersesat di hiruk warna kesibukan
duduk manis bersama es termanis
kau di sampingku berparas gemas

petang untuk berdo'a tiba
bedug menggema menggedor dahaga

petang jauh mengabur
dan malam siap melambai

pada petang itu
di jalan ramai yang melelahkanmu
kau masih saja
tetap tampak lucu

September 2008

di kampung ini

inilah panas menebar siang
hari ini matahari terlalu gagah
silau menyengat sampai kedarah

tubuh ini terlalu letih
menyangga siang
menganga kepanasan
pada persetubuhan dengan awan

di kampung ini
tubuh ini meleleh
tak berbentuk
meracau
kacau

tapi
di sampingmu kini
perjumpaan hari ini
kau menjadi gubuk penyejuk
seperti kesuburan embun di ubun - ubun

September 2008

selamat siang

di siang yang terpanas
kujelajahi namamu di aspal
dalam bayang rambut terbaru

gumamku menjamur
sebelum bertegur
kata tengah kuukir

dengan kata sejuta rayu
langkahku menyapa dahulu
berucap kaku
; selamat siang, apa kabarmu?

September 2008

bagaimana aku menyapamu

bagaimana aku menyapamu
di ujung jalan selamat datang

menyambut rindu berpaut malu
untuk berpeluk tatap mendayu

gemetarku di ujung dagu
sembilu haru begitu merdu

haruku harum merayu
sebelum bertegur
tersenyumlah dahulu

Agustus 2008

Diantara Waktu

sial,
selalu ada yang kutunggu
dini hari sebelum pagi
;suaramu

September 2008

Meditasi Introspeksi

aku ini debu
terbaring
meringis
lenyap kehilangan sayap

aku ini derita
tervonis
tergilas
kalap terasa menyelinap

kehampaan mengancam
lalu meretak menghancurkan cinta

September 2008

ini, itu haru

inikah aku
tanpa alasan
itukah kamu
tanpa balasan

ini
itu
tetap saja

pisau
palu
tetap mengenaiku

merontokan aku disuasana haru

Agustus - September 2008

usai, selesai ...

ini aku yang kau binasakan
pada malam tanpa batas
sepi sunyi dan sepi mencekam
suaramu dan lolongan itu
pada detak hati yang bergolak: untukmu

penghabisan sudah selesai
pembantaian kata telah punah
aku tersungkur di kedalaman malam
menuntut kamu yang menghilang

aku sudah usai
malam telah selasai
mata pun terkulai
tak ada gerak untuk berontak

hatiku pun telanjang
terludahi
tersudahi
oleh diri sendiri
lagi

Agustus - September 2008

kita adalah

kelam
muram
suram

saat lalu
saat ini
saat nanti

dimana kata
yang dapat menyamankan kita
kita adalah kepura-puraan
yang disentuh tatanan kemunafikan

muak
keok
kikuk

jika kita tak bisa lagi
menghormati kata-kata
seperti apa gerangankah?

2008

dimana kau?

mendiamkan malam
dalam kebisuanmu
adalah melanggengkan
terhentinya sejarah malam ini

kau adalah bayangan
yang tak tersentuh
bagi sunyi malamku

hanya keheningan
dan kegalauan
hanya angin
yang tak pernah aku undang

... - 2008

hari yang basah

haruskah bersedih
seperti aku
seperti pohon
seperti hujan
kaku dan dingin

searah jarum jam
yang menghabiskan hari
yang ditinggalkan paman matahari

mari buka kembali dengan malam
mengadu pada ibu bulan
duduklah dipangkuannya
dan mari mengeja lagi
apa yang harus dilakukan esok hari

2008

tinggi asa

melelahkan
menegangkan
mengharukan

bumi kupijak
langit kuimpikan

matahari terpaku kikuk
dewa - dewi
terbahak ngakak

asa jadi lelucon
mari tertawalah

... - 2008

ruang diri

hambar sekali hari ini

hujan
angin
lukisan
buku
harapan
gelisah
sunyi
senyap...

menakutkan sekali hidup ini

... - 2008

malam adalah lamunan

satu malam, satu kegelisahan
semua malam masuk makam

bagi yang tak bisa meraba kemapanan
malam adalah lamunan

yang terikat kalut
kegetiran di peradaban
dunia globalisaSHIT

2008

aku tidak paham

aku tidak paham
menanggung keraguan sendiri
berharap bukan lagi kebahagiaan

aku termenung
langit tersenyum
cahaya mengembang
awan menghukum

apa itu berarti musim hujan tidak lama lagi?

2008

entah

entah terlalu mentah
sumpah seperti sampah
dan kasih hanyalah kisah

apakah aku salah
lelah
pasrah
kalah
seolah tak pernah punah

bisakah
berceloteh
tentang kemaraukah?

... - 2008

untitled

sungguh
aku rindu dengan jatuh cinta

tapi
globalisasi
kapitalis
dan pasar bebas

menakutkan aku
untuk mencintai
dan dicintai

sumpah
aku hanya ingin pergi
berlari, kabur dan terkubur
sendiri, terasing
jauh dan tersingkir

mencari senjata che guevara
agar pada suatu hari
bisa terucap
aku jatuh cinta padamu

Agustus 2008

Menetralisir Kegelisahan

Aku, selalu saja tidak pernah mau mengakui tentang perasaan yang tergelisahkan ini hanya karena pikiranku berkecamuk. Aku kini ditempatkan dalam kontradiksi jarak antara ketulusan dan kemunafikan. Ketulusan seakan membuatku bodoh, mengkonyolkan diri sendiri yang aku anggap esensi dari halusinasi akan realitas. Kemunafikan malah menguatkan ketenanganku bahwa aku terperangkap di dalam kontrol teknologis perasaan dengan mengalami keterasingan.

Mekanisme lain dari karakter perasaanku adalah otoriter, memaksaku terpencil dan tak berdaya. Membijaksanakan diri adalah salah satu untuk menetralisir keangkuhan dari kebutuhan dasar atas suatu yang membahagiakan walaupun pada akhirnya akan menyakitkan.

Aku tidak tahu, apakah aku merasa eksistensiku terancam hanya karena kehendak perasaan dan pikiran yang seakan aku anggap palsu. Menafsirkan diri adalah ketika rasa sakit itu ada dan aku merasa ada sebagai realitas diri yang ada, membingungkanku, tolong aku perlu air putih untuk menetralisirnya.

Biar selesai penderitaan ini, biar berakhir juga cerita gelisah ini dan aku membutuhkanmu untuk menetralisir kegelisahan ini. Jangan lupa bawa air putihnya.

Agustus 2008

Romantika Cinta Di Area Konsumerisme

Cahayapun terkekang dalam kerlap-kerlipnya modernisme, kalaupun masih tampak, itupun pucat. Terus terang aku tak kuasa menahan pertanyaan dibenakku " apakah harus ada harga untuk sebuah rasa cinta?"

Mari kita sambut tatanan zaman saat ini dan kita berdialog antara suara sepi dan ramainya suara kesibukan serta pengembaraan diri yang seringkali tidak kita temui dan tak terusaikan.

Sungguh. Aku terlalu dangkal untuk memahami hidup apa lagi tentang rasa, inikah keterasingan? kemarau sekarang ini mengoyak perutku menyuruhku untuk mengaburkan rasa dan dengan searah jarum jam, detik berdetak ditembok untuk merapuhkanku.

Ayolah... ini bukan melankolis yang dicap sebagai bentuk kepengecutan, ini tentang realita, senyumanpun sekarang ini harus dibeli dan memang inilah kenyataannya. Ini tahun 2008, bukan lagi tahun 1850, dimana romantisisme menjadi budaya.

Itu artinya sebelum berbicara tentang cinta masih ada yang lebih utama untuk dipertanyakan, maksudnya, saat ini cintapun butuh modal layaknya kita akan melakukan wirausaha. Cinta macam apapun juga memang seperti itu, entah sekedar untuk berbincang ataupun bersenggama.

Begitulah saat ini, karena hari ini aku berpikir bahwa "jika bersikap realistik cinta sama dengan laba, jika kita menganggap hasrat sebagi kenyataan manusia sama dengan komoditi dan pertanyaan tentang hidup sama omong kosongnya dengan diri sendiri dan tatanan dunia yang kita diami saat ini."

Agustus 2008

Monday, October 06, 2008

Gaduh

ramai di sini. mengepung urat saraf
antagonis membusung tegap. meregang
angkuh tak sekejap. ramai berfoya
tubuh bau kota menyengat berpesta
sepanjang pejalan, malam menjalar
ramai...
berdesak-mendesak beriak tak berpojok
segala menderu sampai seru mengguruh
meraya kemenangan menggantung harapan
membenamkan tatapan dalam rupiah
dari pembantaian catatan hari raya

kadipaten, 1-2 oktober 2008