Translate

Sunday, February 22, 2015

SURAT MALAM II




Kepada simbar kancana II
Untuk dendam mu yang merona

Ketika cinta harus berlumuran darah.
Duhai Ratu, sebuah kehormatan aku menyapamu. Disaat haru merayu pilu, tak bisa ku bayangkan bagaimana derita nafasmu yang tersengalsengal ketika baunya adalah dendam. Tapi ini beralasan demi kehormatan kerajaan dan sang raja sendiri. Malam berhak menjemput ajal yang kau kirimkan lewat keringat birahi yang kau tancapkan pada suami mu aku hanya bisa bersorak bahwa Talaga memang mempunyai kehormatan yang harus dijaga dengan keringat dan darah. Kekuatanmu membuktikan bahwa senyum mu mampu menikam tubuhtubuh pengkhianat seolah kau adalah pencerahan bagi perempuan yang lahir dari tubuh jiwa ranummu. Pada saat ini, kutulis! Dari pencarian misteri malam bahwa disini, Talaga mampu menjadi jiwa pembebasan dari belenggu kecurangan dari tradisi sosial politik kekuasaan. Kau membuktikannya,Ratu.

Salam hormat pada keberanian perempuan serupa Ratu Simbar Kancana.

Kadipaten, 17 Februari 2015
DadanN-JeK

SURAT MALAM I

Kepada kawan KlubTeater Majalengka
Untuk pemeran pementasan simbar kancana atawa perempuan yang terbelah.
Pada sebuah tragedi malam
Kawan, dalam gelora malam. Aku dihadapkan pada persetubuhan antara kekuasaan dan cinta, diantara sayang dan dendam dari kerinduan yang ternodai. Aku dihanyutkan pada tragedi berdarah yang membabi buta kau kekalkan. Pada uraian air mata yang melantunkan kesedihan di tanah Talaga aku menghitung disetiap tetesan itu, disetiap degup jantungku yang telah terkoyak oleh pengkhianatan, sungguh menyedihkan. Setiap kedip mataku melagu gugusan gemuruh gagu hingga sedih ini mempertanyakan dirinya! Apalagi sayatan-sayatan tajam yang tertoreh pada ratu simbar kancana, ini memilukan. Kekuasaan yang mewujud pada kebinatangan dan cinta telah teringkari dari setiap sudut ruang nafas menjadi perjanjian antara dendam dan menyayangi hingga malam berdarah telah mempersunting persetubuhan kematian. Sebuah pertanyaan pada diriku, mungkin pekatnya malam membawa kerinduan pada dendam.. apakah pada persetubuhan itu memang terjadi pembunuhan? Ataukah matahari kembar yang merebusnya sehingga menjadi kebisuan?
Kawan, dendam simbar kancana sungguh membawa kerinduan, romantisme jerit dan kenggunan sinisme telah menjadi perkawanan yang membawa kesepian yang mendalam. Kucur darah telah menjadi hiasan mau seperti apa kita menjawab? Bahwa kekuasaan selalu berdarah sedangkan cinta tidak berlumuran darah, sementara cinta telah menjadi sesak dan dendam telah menjadi rindu .
Salam do'a untuk tanah Talaga dan dendam Ratu Simbar Kancana.
Kadipaten, 15 Februari 2015
DadanN-JeK

RARATAN SIMBAR KANCANA

"Kekuasaan selalu berdarah, sedangkan cinta tidak berlumuran darah”
Sebuah teatrikal ridiculousness dari Ocky SandiLemon
Oleh DADANN-JÉK
Kadipaten, Desember 2014
“ Saya Berdiri di atas satu bukit
dan saya melihat yang lama sedang mendekat,
tetapi ia datang dalam rupa sebagai yang baru ”
Bertolt Brecht (Parade Of The Old New)(1)

Simbar Kancana adalah sebuah garapan teater yang disutradarai oleh Ocky SandiLemon, sang sutradara menyebut Simbar Kancana sebagai perempuan yang terbelah itulah istilah yang diberikan sang sutradara. Tapi apapun istilahnya garapan teater ini telah membuka mata kita bahwa di Majalengka tepatnya di Talaga ada cerita menarik yang perlu kita telusuri dan ketahui, cerita ini menurut saya tidak kalah dengan cerita Julius Cesar dan Cleopatra, Romeo dan Juliet, atau Hayam Wuruk dan Diyah Pitaloka Citraresmi, karena cerita Simbar Kancana sama tragis dan kontroversinya, dalam ceritanya sendiri menyangkut perebutan kekuasaan dan cinta, mungkin sang sutradara menyebutkan istilah tersebut karena adanya tragedi yang menyangkut antara cinta sebagai seorang istri terhadap suami dan sebagai putri mahkota Talaga yang harus menghukum suaminya sendiri.
Sekilas tentang Kerajaan Talaga(2)
Talaga adalah sebuah kerajaan yang terletak di lereng Gunung Ciremay bagian selatan di Desa Sangiang, Kecamatan Talaga, Kabupaten Majalengka. Kerajaan Talaga didirikan Batara Gunung Picung yang bergelar Ciptapermana II (1595-1618), putra keenam dari Ratu Galuh yakni Ajar Sukaresi (Maharaja Sakti Adimulya) yang memerintah di Galuh tahun 1252 -1287 M, Ratu Galuh Ajar Sukaresi sendiri memiliki delapan anak dari istri-istri yang berlainan. Setelah Batara Gunung Picung lengser, takhta Talaga dipegang oleh putra bungsunya, yakni Prabu Darmasuci I. Prabu Darmasuci ini mempunyai dua orang putra, yaitu: Bagawan Garasiang dan Prabu Darmasuci II (Prabu Talagamanggung). Bagawan Garasiang sebagai putra sulung Prabu Darmasuci I, dikenal sebagai orang yang gemar bertapa sehingga kerajaan Talaga dipegang oleh Prabu Darmasuci II (Prabu Talagamanggung). Ketika memerintah, Prabu Darmasuci II (Prabu Talagamanggung) mempunyai anak yang bernama Raden Panglurah sebagai putra sulung dan Simbar Kancana sebagai adiknya Raden Panglurah mereka bertempat di Talaga, keratonnya sendiri terletak di Sangiang. Pada masa pemerintahannya, Talaga mengalami kemajuan yang pesat, secara sosial-ekonomi masyarakatnya semakian mapan dan maju. Oleh karena itu, banyak orang dari negara dan daerah lain kemudian menetap di Talaga.

Ridiculousness-nya naskah Simbar Kancana karya Ocky SandiLemon
Ketika membaca naskah teater Simbar Kancana sangat ridiculousness atau kalau diterjemahkan kedalam bahasa indonesia artinya adalah sifat tak masuk akal, keanehan, keganjilan, ketidakwajaran karena dalam naskah tersebut diceritakan adegan-adegan yang sangat tidak tertata, atau bisa disebut sangat berserakan, dengan struktur dramatikpun yang tidak konvensional. Tapi ini adalah karya seni-nya sang sutradara yang menampilkan pertunjukan sebagai estetika yaitu sebagai kegiatan budi manusia yang melampaui ilmu pengetahuan. Manusia ketika menikmati keindahan dimungkinkan karena didalam budi manusia disamping logika, kemampuan untuk berfikir, hadir pula suatu kemampuan untuk merasakan keindahan dan untuk mengetahui perasaan keindahaan itu.  Kant menamai dengan indera estetik.(3) Sang sutradara sepertinya menerjemahkan cerita Simbar Kancana dengan memakai teori penilaian relativis(4) yaitu adegan yang diceritakannya sangat subyektifitas dan personal, karena hasil penilaian masih tergantung dari masing-masing pendapat penilai artinya sang-sutradara tidak mempersoalkan juga dengan cerita dari pendapat lain, jadi sepertinya sang sutradara ingin menafsirkan atau membuat versi sendiri tentang cerita ini dan memberikan pertunjukan ini kepada penonton jadi pertunjukan ini sepenuhnya adalah milik penonton.
Naskah drama ini tidak terdiri atas babak-babak atau adegan per-adegan. Dari awal mulai cerita dibuka sampai dengan ditutupnya cerita ini yang memainkan peran utama sebenarnya adalah sutradaranya sendiri yang ikut main dalam pertunjukan dan mengendalikan langsung ceritanya dalam pertunjukan tersebut. Sebenarnya naskah yang berlatar sejarah dan budaya ini berkisah mengenai Putri Mahkota Simbar Kancana yang terjebak dalam psikologis kebimbangan antara mencintai atau menghukum. Ia adalah seorang perempuan yang harus mempunyai keputusan sebagai seorang istri dan sebagai seorang putri mahkota. Ia tumbuh dari keluarga kerajaan yang penuh dengan norma dan tata nilai aturan sebagai putri mahkota namun disatu sisi ia juga diajari sebagai seorang anak, perempuan dan istri yang ketimuran, bahkan dalam naskah tersebut Simbar Kancana diceritakan sebagai putri yang dijodohkan dari hasil sayembara yang dibuat oleh ayahnya sendiri yaitu Raja Abirawa. Simbar Kancana terbentuk menjadi seorang pribadi yang matang pada aturan-aturan kerajaan dan sebagai seorang perempuan yang menanamkan nilai-nilai lokalitas. Pada taraf selanjutnya, ia terjebak dalam aturan dan tata nilai tersebut. Psikologisnya menjadi sangat terguncang, dikontrol oleh rasa sayang dan dendam. Simbar Kancana berusaha mencari dirinya, mencari makna hidupnya dari arti setiap kejadian yang terjadinya.
Dalam naskah ini, terdapat tokoh-tokoh penting yang mengguncangkan rasa dan psikologis Simbar Kancana, yaitu; Raja Abirawa atau Prabu Darmasuci II (Prabu Talagamanggung) selaku ayahnya, Raden Panglurah sebagai kaka kandungnya, Sakyawirya atau Palembanggunung sebagai suaminya, dan Centangbarang sebagai penjaga pusaka kerajaan Talaga, dan satu lagi yaitu sang Sutradara. Sementara Simbar Kancana, ia menjadi medan pergulatan tokoh yang dialektis antara sayang dan dendam, antara seorang istri dan seorang Putri Mahkota, antara harus mencintai atau menghukum.
Ada dua hal mengenai naskah yang akan dibahas dalam tulisan ini. Pertama, perihal kekuasaan yang merupakan salah satu buah dari konflik cerita ini, pada bagian ini akan dibahas mengenai teori kekuasaan yang hadir sangat kuat dalam naskah sebagai bentuk perebutan kekuasaan. Kedua, mengenai perempuan dan cinta yang terjebak pada lokalitas atau aturan kerajaan, pada bagian ini akan dibahas mengenai perempuan dan cinta, tentang psikologis batin yang terbelah.
Teori Kekuasaan dalam Perebutan Kekuasaan 
“ Siang dan malam,
dua tempat tinggal debu ini
selalu berada dalam suasana
perang dan permusuhan “
Jalaludin Rumi  (Jalan Cinta Sang Sufi)(5)

Kekuasaan dalam kajian ilmu politik merupakan salah satu komponen dasar penting dalam mempelajari ilmu politik. Kekuasaan (power) adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku manusia atau kelompok lain untuk mengikuti sehingga sesuai dengan pemilik kekuasaan. (6)
Naskah Simbar Kancana (2014) menampilkan kehidupan dalam ruang kerajaan, dimana perebutan kekuasaan merasuk dalam benak orang-orang yang tinggal dalam kerajaan atau orang-orang yang dekat dengan Raja, yang memandang kekuasaan adalah bagian dari sebuah jabatan dan kedudukan adalah benar. Kekuasaan tersebut muncul dari rasa ingin menguasai dan kehormatan, dan lain-lain. Hadirnya intrik-intrik dan saling mempengaruhi memperlihatkan bahwa interaksi terhadap kekuasaan adalah suatu cita-cita akhir yang tidak perlu disimpulkan lagi.
Menurut Machiaevelli dalam teori kekuasaan adalah kekuasaan yang dimiliki negara secara mutlak dapat dipertahankan dan direbut oleh seorang penguasa dengan menghalalkan segala cara, termasuk cara binatang. Machiavelli mengatakan bahwa obsesi penguasa ditekankan pada negara kekuasaan, dimana kedaulatan tertinggi terletak pada penguasa negara dan bukan pada rakyat serta prinsip – prinsip hukum.(7)
Dalam naskah Simbar Kancana (2014) dapat dilihat bagaimana ketika Raden Panglurah sebagai Putra Mahkota lebih memilih meningggalkan kerajaannya untuk pergi menuntut ilmu dan belajar keagamaan untuk menjadi pandita sehingga Mahkota kerajaan otomatis akan jatuh kepada Simbar Kancana namun disatu sisi Sakyawirya (Palembanggunung) sedang mempersiapkan siasatnya untuk merebut kekuasaan kerajaan, Sakyawirya (Palembanggunung) sedang mempengaruhi Centrangbarang yang menjaga senjata CIS, sebuah senjata yang hanya dengan senjata itu Raja Abirawa (Prabu Darmasuci II /Prabu Talagamanggung) dapat dibunuh. Dalam adegan tersebut dalam naskah Simbar Kancana Raja Abirawa berhasil dibunuh dengan senjata CIS oleh Centangbarang atas hasutan/perintah Sakyawirya (Palembanggunung), padahal Centangbarang adalah salah satu orang yang disayangi oleh Raja Abirawa. Sedangkan Motif Sakyawirya (Palembanggunung) ingin membunuh Raja Abirawa dalam nasakah tersebut adalah karena ingin menjadi Raja Talaga karena saat itu Sakyawirya (Palembanggunung) telah diangkat menjadi Mahapatih kerajaan Talaga, yang secara otomatis pula-lah posisi Mahapatih yang akan menggantikan posisi Raja ketika Raja tidak ada atau wafat, dan Sakyawirya (Palembanggunung) berpikir bahwa dalam adab ketimuran dan tradisi lokalitas Simbar Kancana yang seorang perempuan tidak mungkin akan menjadi Raja atau pemimpin.
Menurut Ocky SandiLemon yang menulis naskah dan sebagai Sutradaranya berkatabahwa dalam hukum kekuasaan, 90% seorang penguasa akan dijatuhkan oleh orang dekatnya sendiri.
Dalam naskah Simbar Kancana pula, dalam sebuah ringkasan dialog Sakyawirya (Palembanggunung) dengan Sutradara diceritakan ;
Sakyawirya : bahwa mengangkat perempuan menjadi raja tak pernah ada dalam tradisi kita. Kerajaan ini akan berguncang jika istriku menjadi raja. Maka aku harus menyelamatkannya karena aku cinta padanya. ..................................... Kau seharusnya berpihak kepadaku jangan seperti Centangbarang yang berkhianat kepada Raja dan juga mengkhianatiku. Dasar manusia tanpa Ideologi.
Sutradara : Kau benar, Kekuasaan selalu berdarah sedangkan cinta tidak berlumuran darah seperti engkau. Tidak! Aku tidak akan berpihak kepada kejahatan dan pembunuhan.
Sakyawirya : Kerajaan ini dalam bahaya. Kita harus membebasakan diri dari segala macam bentuk tekanan kekuasaan atau kerajaan manapun. Membunuh adalah jalan menuju kebebasan, kemenangan, dan kejayaan. Jika tidak, maka kau yang akan dibunuh. Aku tidak ingin bersikap seperti kakak iparku Raden Panglurah. Aku ingin menorehkaan sejarah gemilang bersama kerajaan yang besar ini.
Dari adegan dialog di atas dapat dilihat bagaimana teori kekuasaan tercipta dan berjalan, interaksi dengan kekuasaan sangat fatal dan mengancam bahkan menakutkan. Seperti yang terjadi dalam dialog selanjutnya masih antara Sakyawirya (Palembanggunung) dengan Sutradara :
Sakyawirya : Maafkan aku!, aku hanya ingin menjadi sang pemenang karena yang menanglah yang akan hidup dan menguasai kehidupan. Itu hukumnya!
Sutradara : Karena itu kau akan segera dihukum....
Sakyawirya : (memotong) Aku bukan dihukum, tapi dikalahkan. Itupun karena kerajaan Galuh yang ikut campur!
Sutradara :  Terserah apa katamu, yang pasti kau akan segera dihukum karena tidak ada satupun yang setuju dengan caramu dalam menerjemahkan pikiranmu itu. .................................. Disinipun tak ada keterangan kalau kerajaan Menggung ing Telaga bergesekan kekuasaan dengan kerajaan saudaranya atau kerajaan lainnya. Mereka hidup berdamai.
Sakyawirya :  Berdamai dengan catatan “Jangan ada Matahari Kembar”. Kau tahu Bapak, yang menulis kisah sejarah bukanlah para pahlawan , tapi para pemenang. Jadi, kebenaran sebuah kisah wajib dipertanyakan.
Ini adalah dialog yang sangat penting yang dibuat oleh Ocky SandiLemon bahwa disamping Sakyawirya (Palembanggunung) ingin menjadi Raja ternyata ada sebuah alasan yang kontradiksi dan kontroversi bahwa alasan lainnya Sakyawirya adalah ia ingin “jangan ada matahari Kembar” sebuah alasan yang penuh dengan intrik politik kekuasaan yang jika ditafsirkan sangat fleksibel dan luas, cuma biar yang membuat naskahnya saja yang mengetahui arti tentang hal ini.
Perempuan dan Cinta 
“ Mahluk hidup, secara esensial,
sesuatu yang menyempurnakan dirinya sendiri ”
Louis Leahy (Siapakah Manusia?)(8)

Perempuan adalah mahkluk ringkih dan lirih, yang melakukan orientasi total terhadap suatu cara hidup yang menyeluruh. Perempuan adalah dia yang menempuh jalan menuju warna dan wewangian(9). Menjadi rumah dan menjaga perkampungan untuk menjaga kehidupan tetapi akan bertempur ketika melawan kematian.
Cinta adalah udara, yang bersenandung mengantarkan kehidupan. Meresap dalam tubuh menuju puncak rembulan yang bergerak dalam garis edarnya, membangun rasa pada keadaan estetik. Tetapi cinta akan membelah diri pada hasrat keindahan dan kebencian manakala rahasia menjadi yang tak terungkap dan yang terungkap.
Ada banyak hal yang mengontrol atau menguasai kehidupan manusia terutama perempuan, salah satunya pergolakan batin. Batin selalu mengatur, mengontrol dan mempengaruhi bagaimana seseorang hidup dan bertindak, ia menjadi individu yang global, standar-standar global yang mengharuskan setiap individu terperangkap dan patuh terhadap keotomatisan perasaan. Setiap individu akan merasakan derita, rasa sakit, cinta,kabungah, dan segala hasrat yang seandainya seratus dunia kehidupan telah menjadi miliknya, ia akan tetap merasakannnya.
Tubuh selalu diawasi oleh signal-signal yang dirasakan secara batin atau dari dalam, dan ini sangat berpengaruh terhadap perempuan, karena perempuan sangat sensitif terhadap apa yang dirasakannya, perempuan menghadapi kekuasaan secara berlapis yaitu dari rasa-nya sendiri dari dalam dan aturan-aturan kehidupan dari luar yang berupa tradisi lokalitas yang harus dipatuhi dan dilakukan oleh seorang perempuan.
Apa yang telah dipaparkan di atas sangat terkait dengan naskah Simbar Kancana, naskah ini merepresentasikan bagaimana seorang perempuan yang secara psikologis terbelah antara rasa cinta dan rasa dendam/benci. Pada naskah tersebut diceritakan 2 (dua) orang yang menjadi tokoh Simbar Kancana, pada adegan Rumah Jiwa Simbar Kancana diceritakan dua tokoh Simbar Kancana tersebut terjadi dialog pergolakan batin yang mempengaruhi Simbar Kancana seperti dalam dialog ini ;
Simbar Kancana II ; Kau terlalu lemah sebagai Putri Raja.
Simbar Kancana I ; Aku hanya mengikuti takdir yang telah digariskan.
Simbar Kancana II ; Takdir ada ditangan kita.
Simbar Kancana I ; Apa yang akan kau lakukan ?
Simbar Kancana II ; Akan kubunuh dia. Sehingga tuntaslah dendam ini.
Simbar Kancana I ; Kau tak bisa melakukan itu!
Simbar Kancana II ; Mengapa kau melarang aku membunuh dia yang telah tega membunuh ayahku ? juga menodai ketulusan hati dan kesucian tubuhku?
Simbar Kancana I ; Tak kan kubiarkan kau membunuh orang yang kucintai! Jangan digelapkan dendam, karena jangan-jangan ini hanyalah jebakan untuk memisahkan cinta kami lalu kerajaan ini tercerai berai karena perang saudara. 
Simbar Kancana II ; Apa buktinya bahwa keyakinanmu benar?
................................................
 Simbar Kancana I ; Jika kau yang benar, maka Sakyawirya akan mendapat hukuman yang setimpal.
Simbar Kancana II ; Bahkan hukuman mati berkali-kalipun tidak akan bisa menghapus dosa pengkhianatannya! Tapi akan kuberikan tubuhku untuk terakhir kalinya sebelum tusuk konde ini menancap di lehernya. Akan kubiarkan dia menjemput ajal di puncak kenikmatannya.
Simbar Kancana I ; Kau gila!
Simbar Kancana II ; Aku memang sudah gila! Maka jangan halangi aku!
Dengan dasar konsepsi dialog di atas, ini bisa dianggap sebagai estetika atas refleksi diri, merasakan betapa tidak mudah memahami hubungan pergolakan batin, jika hendak memeriksa keduanya dalam satu tempat secara bersama-sama berarti membahas konsepsi dialektis hubungan antara kodrat dan rasio, individual dan universal maka harus memberikan fokus pada hakikat dari hubungan dialektis di dalamnya sendiri.
Seperti yang telah dijelaskan perempuan adalah sosok yang sangat terasa dalam memahami pergolakan perasaannya. Perempuan, lebih khususnya tokoh Simbar Kancana, sejak awal telah dibentuk menjadi perempuan yang baik, penurut oleh tata cara kerajaan dan keluarga. Disisi lainnya Simbar Kancana dituntut untuk mengikuti perasaannya yang terjerat dalam cinta atau dendam yang harus membunuh langsung suaminya atau menghukum sesuai hukum kerajaannya.
Teater dan Kebudayaan
Dalam naskah, dipertunjukan bagaimana sang sutradara menyuguhkan pertunjukannya sangat kental dengan teori penilaian relativis. Dalam buku Estetika sebuah pengantar yang ditulis oleh A. A. M. Djelantik ; “ Aliran ini mengemukakan kalau kriteria dasar yang diajukan oleh Beardsley tidak bisa dipandang sebagai sesuatu yang pasti karena hasil penilaian masih tergantung dari masing-masing pendapat penilai”. Diperkuat kembali dalam buku Krisis Seni Krisis Kesadaran yang di tulis oleh Greg Soetomo ; “ Maka teater Brecht meyakini bahwa penonton adalah sekumpulan individu-individu yang mampu berpikir dan berargumen, serta membuat penilaian terhadap apa yang berlangsung di atas panggung itu sendiri. Dengan demikian, Brecht menolak segala konsep mengenai proses pencerahan sebagaimana yang dipikirkan oleh teater klasik.
Teater seperti halnya pula kebudayaan, Kebudayaan menurut Koentjaraningrat, 1990:180 ; Kebudayaan  adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Dalam teori-teori tentang budaya oleh Roger M. Keesing yang diterjemahkan oleh Amri Marzali bahwa "budaya" adalah warisan tingkah laku simbolik yang membuat makhluk manusia menjadi "manusia". Jadi dengan memperhatikan gerak perubahan dan keanekaragaman individualitas, kita tidak dapat lagi dengan mudah berkata bahwa "satu budaya" adalah satu warisan yang dimiliki bersama oleh sekelompok manusia dalam suatu masyarakat tertentu. Jadi hubungan antara teater dan kebudayaan adalah sama-sama mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. (10)
Kesimpulan
Dalam naskah Simbar Kancana sang sutradara ingin menerangkan bahwa drama pertunjukan ini tidak ada ending penyelesaian akhir cerita karena ingin membuka wacana Simbar Kancana kepada publik melalui proses dialektika karena begitu banyaknya versi cerita Simbar kancana dikalangan masyarakat. Seperti halnya Brecht, Ocky SandiLemon berkeyakinan pertunjukan ini harus mempunyai konsep yang bersikap kritis dan reflektif, harus mengambil posisi lebih moderat dan kontemporer tanpa meninggalkan tata nilai tradisi ketimuran yang menjadi pijakannya. Jadi dalam naskah pentas pertunjukan teater Simbar Kancana ini, sepertinya konsep Ocky SandiLemon menampilkan bahwa konsep yang digarapnya akan menabrak bangunan sejarah yang telah terbentuk beratus-ratus tahun yang lalu, ia akan menjadi palu raksasa yang menggedor kesadaran pikiran dan relung batin kita. Dan menurut Ocky SandiLemon, disitulah kekuatan pentas ini yang layak untuk diapresiasi, melahirkan perang gagasan atas pemikiran sendiri-sendiri yang akan menumbuhkan proses dialektika dalam pembentukan kebudayaan kedepan yang lebih kokoh dan utuh dengan mengajak kita untuk membaca masa lalu agar memahami masa kini dan membangun peradaban tanpa harus saling membunuh.
Sumber :
(1)    Dari Buku Krisis Seni Krisis Kesadaran (2003), Hal.103, Penulis Greg Soetomo, Diterbitkan Oleh Penerbit Kanisius.
(3)    Indera Estetik, Buku Estetika Sebuah Pengantar (2004) Penulis A. A. M. Djelantik, hal. 123, Diterbitkan oleh Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia Bekerja Sama dengan Arti.
(4)    Teori Penilaian Relativis (Bernard Heyl, 1943), Buku Estetika Sebuah Pengantar (2004) Penulis A. A. M. Djelantik, hal. 150, Diterbitkan oleh Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia Bekerja Sama dengan Arti.
(5)    Dari Buku Jalan Cinta Sang Sufi (2001), Hal. 249, Penulis William C. Chittick, Diterbitkan oleh Penerbit Qalam.
(6)    Miriam, Budiardjo. Dasar – dasar Ilmu Politik. (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama : 2006 ).
(7)    Firdaus, Syam. Pemikiran Politik Barat : Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan Pengaruhnya terhadap Dunia ke - 3. (Jakarta, Bumi Aksara : 2007) Hal : 112 – 113.
(8)    Dari Buku Siapakah Manusia? (2001), Hal. 66, Penulis Louis Leahy, Diterbitkan oleh Penerbit Kanisius.
(9)    Dari Buku Jalan Cinta Sang Sufi (2001), Hal. 249, Penulis William C. Chittick, Diterbitkan oleh Penerbit Qalam.
(10) Dari berbagai sumber.