"Kekuasaan
selalu berdarah, sedangkan cinta tidak berlumuran darah”
Sebuah
teatrikal ridiculousness dari Ocky SandiLemon
Oleh
DADANN-JÉK
Kadipaten,
Desember 2014
“
Saya Berdiri di atas satu bukit
dan
saya melihat yang lama sedang mendekat,
tetapi
ia datang dalam rupa sebagai yang baru ”
Bertolt
Brecht (Parade Of The Old New)(1)
Simbar Kancana adalah sebuah garapan teater yang disutradarai oleh
Ocky SandiLemon, sang sutradara menyebut Simbar Kancana sebagai perempuan yang
terbelah itulah istilah yang diberikan sang sutradara. Tapi apapun istilahnya
garapan teater ini telah membuka mata kita bahwa di Majalengka tepatnya di
Talaga ada cerita menarik yang perlu kita telusuri dan ketahui, cerita ini menurut
saya tidak kalah dengan cerita Julius Cesar dan Cleopatra, Romeo dan Juliet,
atau Hayam Wuruk dan Diyah Pitaloka Citraresmi, karena cerita Simbar Kancana
sama tragis dan kontroversinya, dalam ceritanya sendiri menyangkut perebutan
kekuasaan dan cinta, mungkin sang sutradara menyebutkan istilah tersebut karena
adanya tragedi yang menyangkut antara cinta sebagai seorang istri terhadap
suami dan sebagai putri mahkota Talaga yang harus menghukum suaminya sendiri.
Sekilas tentang Kerajaan Talaga(2)
Talaga adalah sebuah kerajaan yang terletak di lereng Gunung Ciremay
bagian selatan di Desa Sangiang, Kecamatan Talaga, Kabupaten Majalengka.
Kerajaan Talaga didirikan Batara Gunung Picung yang bergelar Ciptapermana II
(1595-1618), putra keenam dari Ratu Galuh yakni Ajar Sukaresi (Maharaja Sakti
Adimulya) yang memerintah di Galuh tahun 1252 -1287 M, Ratu Galuh Ajar Sukaresi
sendiri memiliki delapan anak dari istri-istri yang berlainan. Setelah Batara
Gunung Picung lengser, takhta Talaga dipegang oleh putra bungsunya, yakni Prabu
Darmasuci I. Prabu Darmasuci ini mempunyai dua orang putra, yaitu: Bagawan
Garasiang dan Prabu Darmasuci II (Prabu Talagamanggung). Bagawan Garasiang
sebagai putra sulung Prabu Darmasuci I, dikenal sebagai orang yang gemar
bertapa sehingga kerajaan Talaga dipegang oleh Prabu Darmasuci II (Prabu
Talagamanggung). Ketika memerintah, Prabu Darmasuci II (Prabu Talagamanggung)
mempunyai anak yang bernama Raden Panglurah sebagai putra sulung dan Simbar
Kancana sebagai adiknya Raden Panglurah mereka bertempat di Talaga, keratonnya
sendiri terletak di Sangiang. Pada masa pemerintahannya, Talaga mengalami
kemajuan yang pesat, secara sosial-ekonomi masyarakatnya semakian mapan dan
maju. Oleh karena itu, banyak orang dari negara dan daerah lain kemudian
menetap di Talaga.
Ridiculousness-nya naskah Simbar Kancana
karya Ocky SandiLemon
Ketika membaca naskah teater Simbar Kancana sangat ridiculousness
atau kalau diterjemahkan kedalam bahasa indonesia artinya adalah sifat tak
masuk akal, keanehan, keganjilan, ketidakwajaran karena dalam naskah tersebut
diceritakan adegan-adegan yang sangat tidak tertata, atau bisa disebut sangat
berserakan, dengan struktur dramatikpun yang tidak konvensional. Tapi ini
adalah karya seni-nya sang sutradara yang menampilkan pertunjukan sebagai estetika
yaitu sebagai kegiatan budi manusia yang melampaui ilmu
pengetahuan. Manusia ketika menikmati keindahan dimungkinkan karena didalam
budi manusia disamping logika, kemampuan untuk berfikir, hadir pula suatu
kemampuan untuk merasakan keindahan dan untuk mengetahui perasaan keindahaan
itu. Kant menamai dengan indera estetik.(3) Sang
sutradara sepertinya menerjemahkan cerita Simbar Kancana dengan memakai teori
penilaian relativis(4) yaitu adegan yang
diceritakannya sangat subyektifitas dan personal, karena hasil penilaian masih
tergantung dari masing-masing pendapat penilai artinya sang-sutradara tidak
mempersoalkan juga dengan cerita dari pendapat lain, jadi sepertinya sang
sutradara ingin menafsirkan atau membuat versi sendiri tentang cerita ini dan
memberikan pertunjukan ini kepada penonton jadi pertunjukan ini sepenuhnya
adalah milik penonton.
Naskah drama ini tidak terdiri atas babak-babak atau adegan
per-adegan. Dari awal mulai cerita dibuka sampai dengan ditutupnya cerita ini yang
memainkan peran utama sebenarnya adalah sutradaranya sendiri yang ikut main
dalam pertunjukan dan mengendalikan langsung ceritanya dalam pertunjukan
tersebut. Sebenarnya naskah yang berlatar sejarah dan budaya ini berkisah
mengenai Putri Mahkota Simbar Kancana yang terjebak dalam psikologis
kebimbangan antara mencintai atau menghukum. Ia adalah seorang perempuan yang
harus mempunyai keputusan sebagai seorang istri dan sebagai seorang putri
mahkota. Ia tumbuh dari keluarga kerajaan yang penuh dengan norma dan tata
nilai aturan sebagai putri mahkota namun disatu sisi ia juga diajari sebagai
seorang anak, perempuan dan istri yang ketimuran, bahkan dalam naskah tersebut
Simbar Kancana diceritakan sebagai putri yang dijodohkan dari hasil sayembara
yang dibuat oleh ayahnya sendiri yaitu Raja Abirawa. Simbar Kancana terbentuk
menjadi seorang pribadi yang matang pada aturan-aturan kerajaan dan sebagai
seorang perempuan yang menanamkan nilai-nilai lokalitas. Pada taraf
selanjutnya, ia terjebak dalam aturan dan tata nilai tersebut. Psikologisnya
menjadi sangat terguncang, dikontrol oleh rasa sayang dan dendam. Simbar
Kancana berusaha mencari dirinya, mencari makna hidupnya dari arti setiap
kejadian yang terjadinya.
Dalam naskah ini, terdapat tokoh-tokoh penting yang mengguncangkan
rasa dan psikologis Simbar Kancana, yaitu; Raja Abirawa atau Prabu Darmasuci II
(Prabu Talagamanggung) selaku ayahnya, Raden Panglurah sebagai kaka kandungnya,
Sakyawirya atau Palembanggunung sebagai suaminya, dan Centangbarang sebagai penjaga
pusaka kerajaan Talaga, dan satu lagi yaitu sang Sutradara. Sementara Simbar
Kancana, ia menjadi medan pergulatan tokoh yang dialektis antara sayang dan
dendam, antara seorang istri dan seorang Putri Mahkota, antara harus mencintai
atau menghukum.
Ada dua hal mengenai naskah yang akan dibahas dalam tulisan
ini. Pertama, perihal kekuasaan yang merupakan salah satu buah
dari konflik cerita ini, pada bagian ini akan dibahas mengenai teori kekuasaan
yang hadir sangat kuat dalam naskah sebagai bentuk perebutan kekuasaan. Kedua, mengenai
perempuan dan cinta yang terjebak pada lokalitas atau aturan kerajaan, pada
bagian ini akan dibahas mengenai perempuan dan cinta, tentang psikologis batin
yang terbelah.
Teori Kekuasaan dalam Perebutan Kekuasaan
“ Siang dan
malam,
dua tempat
tinggal debu ini
selalu berada
dalam suasana
perang dan
permusuhan “
Jalaludin Rumi
(Jalan Cinta Sang Sufi)(5)
Kekuasaan dalam kajian ilmu politik merupakan salah satu komponen
dasar penting dalam mempelajari ilmu politik. Kekuasaan (power) adalah
kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku manusia atau
kelompok lain untuk mengikuti sehingga sesuai dengan pemilik kekuasaan. (6)
Naskah Simbar Kancana (2014) menampilkan kehidupan dalam ruang
kerajaan, dimana perebutan kekuasaan merasuk dalam benak orang-orang yang
tinggal dalam kerajaan atau orang-orang yang dekat dengan Raja, yang memandang
kekuasaan adalah bagian dari sebuah jabatan dan kedudukan adalah benar.
Kekuasaan tersebut muncul dari rasa ingin menguasai dan kehormatan, dan
lain-lain. Hadirnya intrik-intrik dan saling mempengaruhi memperlihatkan bahwa
interaksi terhadap kekuasaan adalah suatu cita-cita akhir yang tidak perlu
disimpulkan lagi.
Menurut Machiaevelli dalam teori kekuasaan adalah kekuasaan yang
dimiliki negara secara mutlak dapat dipertahankan dan direbut oleh seorang
penguasa dengan menghalalkan segala cara, termasuk cara binatang. Machiavelli
mengatakan bahwa obsesi penguasa ditekankan pada negara kekuasaan, dimana
kedaulatan tertinggi terletak pada penguasa negara dan bukan pada rakyat serta
prinsip – prinsip hukum.(7)
Dalam naskah Simbar Kancana (2014) dapat dilihat bagaimana ketika
Raden Panglurah sebagai Putra Mahkota lebih memilih meningggalkan kerajaannya
untuk pergi menuntut ilmu dan belajar keagamaan untuk menjadi pandita sehingga
Mahkota kerajaan otomatis akan jatuh kepada Simbar Kancana namun disatu sisi
Sakyawirya (Palembanggunung) sedang mempersiapkan siasatnya untuk merebut
kekuasaan kerajaan, Sakyawirya (Palembanggunung) sedang mempengaruhi
Centrangbarang yang menjaga senjata CIS, sebuah senjata yang hanya
dengan senjata itu Raja Abirawa (Prabu Darmasuci II /Prabu Talagamanggung)
dapat dibunuh. Dalam adegan tersebut dalam naskah Simbar Kancana Raja Abirawa
berhasil dibunuh dengan senjata CIS oleh Centangbarang atas
hasutan/perintah Sakyawirya (Palembanggunung), padahal Centangbarang adalah
salah satu orang yang disayangi oleh Raja Abirawa. Sedangkan Motif Sakyawirya
(Palembanggunung) ingin membunuh Raja Abirawa dalam nasakah tersebut adalah
karena ingin menjadi Raja Talaga karena saat itu Sakyawirya (Palembanggunung)
telah diangkat menjadi Mahapatih kerajaan Talaga, yang secara otomatis pula-lah
posisi Mahapatih yang akan menggantikan posisi Raja ketika Raja tidak ada atau
wafat, dan Sakyawirya (Palembanggunung) berpikir bahwa dalam adab ketimuran dan
tradisi lokalitas Simbar Kancana yang seorang perempuan tidak mungkin akan
menjadi Raja atau pemimpin.
Menurut Ocky SandiLemon yang menulis naskah dan sebagai Sutradaranya
berkatabahwa dalam hukum kekuasaan, 90% seorang penguasa akan dijatuhkan
oleh orang dekatnya sendiri.
Dalam naskah Simbar Kancana pula, dalam sebuah ringkasan dialog
Sakyawirya (Palembanggunung) dengan Sutradara diceritakan ;
Sakyawirya : bahwa mengangkat perempuan menjadi raja tak
pernah ada dalam tradisi kita. Kerajaan ini akan berguncang jika istriku
menjadi raja. Maka aku harus menyelamatkannya karena aku cinta padanya.
..................................... Kau seharusnya berpihak kepadaku jangan
seperti Centangbarang yang berkhianat kepada Raja dan juga mengkhianatiku.
Dasar manusia tanpa Ideologi.
Sutradara : Kau benar, Kekuasaan selalu berdarah sedangkan
cinta tidak berlumuran darah seperti engkau. Tidak! Aku tidak akan berpihak
kepada kejahatan dan pembunuhan.
Sakyawirya : Kerajaan ini dalam bahaya. Kita harus
membebasakan diri dari segala macam bentuk tekanan kekuasaan atau kerajaan
manapun. Membunuh adalah jalan menuju kebebasan, kemenangan, dan kejayaan. Jika
tidak, maka kau yang akan dibunuh. Aku tidak ingin bersikap seperti kakak
iparku Raden Panglurah. Aku ingin menorehkaan sejarah gemilang bersama kerajaan
yang besar ini.
Dari adegan dialog di atas dapat dilihat bagaimana teori kekuasaan
tercipta dan berjalan, interaksi dengan kekuasaan sangat fatal dan mengancam
bahkan menakutkan. Seperti yang terjadi dalam dialog selanjutnya masih antara
Sakyawirya (Palembanggunung) dengan Sutradara :
Sakyawirya : Maafkan aku!, aku hanya ingin menjadi sang
pemenang karena yang menanglah yang akan hidup dan menguasai kehidupan. Itu
hukumnya!
Sutradara : Karena itu kau akan segera dihukum....
Sakyawirya : (memotong) Aku bukan dihukum, tapi dikalahkan.
Itupun karena kerajaan Galuh yang ikut campur!
Sutradara : Terserah apa katamu, yang pasti kau akan
segera dihukum karena tidak ada satupun yang setuju dengan caramu dalam
menerjemahkan pikiranmu itu. .................................. Disinipun tak
ada keterangan kalau kerajaan Menggung ing Telaga bergesekan kekuasaan dengan
kerajaan saudaranya atau kerajaan lainnya. Mereka hidup berdamai.
Sakyawirya : Berdamai dengan catatan “Jangan ada
Matahari Kembar”. Kau tahu Bapak, yang menulis kisah sejarah bukanlah para
pahlawan , tapi para pemenang. Jadi, kebenaran sebuah kisah wajib
dipertanyakan.
Ini adalah dialog yang sangat penting yang dibuat oleh Ocky
SandiLemon bahwa disamping Sakyawirya (Palembanggunung) ingin menjadi Raja ternyata
ada sebuah alasan yang kontradiksi dan kontroversi bahwa alasan lainnya
Sakyawirya adalah ia ingin “jangan ada matahari Kembar” sebuah
alasan yang penuh dengan intrik politik kekuasaan yang jika ditafsirkan sangat
fleksibel dan luas, cuma biar yang membuat naskahnya saja yang mengetahui arti
tentang hal ini.
Perempuan dan Cinta
“
Mahluk hidup, secara esensial,
sesuatu
yang menyempurnakan dirinya sendiri ”
Louis
Leahy (Siapakah Manusia?)(8)
Perempuan
adalah mahkluk ringkih dan lirih, yang melakukan orientasi total terhadap suatu
cara hidup yang menyeluruh. Perempuan adalah dia yang menempuh jalan
menuju warna dan wewangian(9). Menjadi rumah dan menjaga
perkampungan untuk menjaga kehidupan tetapi akan bertempur ketika melawan
kematian.
Cinta adalah udara, yang bersenandung mengantarkan kehidupan.
Meresap dalam tubuh menuju puncak rembulan yang bergerak dalam garis edarnya,
membangun rasa pada keadaan estetik. Tetapi cinta akan membelah diri pada
hasrat keindahan dan kebencian manakala rahasia menjadi yang tak
terungkap dan yang terungkap.
Ada banyak hal yang mengontrol atau menguasai kehidupan manusia
terutama perempuan, salah satunya pergolakan batin. Batin selalu mengatur,
mengontrol dan mempengaruhi bagaimana seseorang hidup dan bertindak, ia menjadi
individu yang global, standar-standar global yang mengharuskan setiap individu
terperangkap dan patuh terhadap keotomatisan perasaan. Setiap individu akan
merasakan derita, rasa sakit, cinta,kabungah, dan segala hasrat yang
seandainya seratus dunia kehidupan telah menjadi miliknya, ia akan tetap
merasakannnya.
Tubuh selalu diawasi oleh signal-signal yang dirasakan secara batin
atau dari dalam, dan ini sangat berpengaruh terhadap perempuan, karena
perempuan sangat sensitif terhadap apa yang dirasakannya, perempuan menghadapi
kekuasaan secara berlapis yaitu dari rasa-nya sendiri dari dalam dan
aturan-aturan kehidupan dari luar yang berupa tradisi lokalitas yang harus
dipatuhi dan dilakukan oleh seorang perempuan.
Apa yang telah dipaparkan di atas sangat terkait dengan naskah
Simbar Kancana, naskah ini merepresentasikan bagaimana seorang perempuan yang
secara psikologis terbelah antara rasa cinta dan rasa dendam/benci. Pada naskah
tersebut diceritakan 2 (dua) orang yang menjadi tokoh Simbar Kancana, pada
adegan Rumah Jiwa Simbar Kancana diceritakan dua tokoh Simbar Kancana tersebut
terjadi dialog pergolakan batin yang mempengaruhi Simbar Kancana seperti dalam
dialog ini ;
Simbar Kancana II ; Kau terlalu lemah sebagai Putri Raja.
Simbar Kancana I ; Aku hanya mengikuti takdir yang telah
digariskan.
Simbar Kancana II ; Takdir ada ditangan kita.
Simbar Kancana I ; Apa yang akan kau lakukan ?
Simbar Kancana II ; Akan kubunuh dia. Sehingga tuntaslah
dendam ini.
Simbar Kancana I ; Kau tak bisa melakukan itu!
Simbar Kancana II ; Mengapa kau melarang aku membunuh dia
yang telah tega membunuh ayahku ? juga menodai ketulusan hati dan kesucian
tubuhku?
Simbar Kancana I ; Tak kan kubiarkan kau
membunuh orang yang kucintai! Jangan digelapkan dendam, karena jangan-jangan
ini hanyalah jebakan untuk memisahkan cinta kami lalu kerajaan ini tercerai
berai karena perang saudara.
Simbar Kancana II ; Apa buktinya bahwa
keyakinanmu benar?
................................................
Simbar Kancana I ; Jika kau yang benar,
maka Sakyawirya akan mendapat hukuman yang setimpal.
Simbar Kancana II ; Bahkan hukuman mati
berkali-kalipun tidak akan bisa menghapus dosa pengkhianatannya! Tapi akan
kuberikan tubuhku untuk terakhir kalinya sebelum tusuk konde ini menancap di
lehernya. Akan kubiarkan dia menjemput ajal di puncak kenikmatannya.
Simbar Kancana I ; Kau gila!
Simbar Kancana II ; Aku memang sudah gila! Maka
jangan halangi aku!
Dengan dasar konsepsi dialog di atas, ini bisa dianggap sebagai
estetika atas refleksi diri, merasakan betapa tidak mudah memahami hubungan
pergolakan batin, jika hendak memeriksa keduanya dalam satu tempat secara
bersama-sama berarti membahas konsepsi dialektis hubungan antara kodrat dan
rasio, individual dan universal maka harus memberikan fokus pada hakikat dari
hubungan dialektis di dalamnya sendiri.
Seperti yang telah dijelaskan perempuan adalah sosok yang sangat
terasa dalam memahami pergolakan perasaannya. Perempuan, lebih khususnya tokoh
Simbar Kancana, sejak awal telah dibentuk menjadi perempuan yang baik, penurut
oleh tata cara kerajaan dan keluarga. Disisi lainnya Simbar Kancana dituntut
untuk mengikuti perasaannya yang terjerat dalam cinta atau dendam yang harus
membunuh langsung suaminya atau menghukum sesuai hukum kerajaannya.
Teater dan Kebudayaan
Dalam naskah, dipertunjukan bagaimana sang sutradara menyuguhkan
pertunjukannya sangat kental dengan teori penilaian relativis. Dalam buku
Estetika sebuah pengantar yang ditulis oleh A. A. M. Djelantik ; “ Aliran
ini mengemukakan kalau kriteria dasar yang diajukan oleh Beardsley tidak bisa
dipandang sebagai sesuatu yang pasti karena hasil penilaian masih tergantung
dari masing-masing pendapat penilai”. Diperkuat kembali dalam buku
Krisis Seni Krisis Kesadaran yang di tulis oleh Greg Soetomo ; “ Maka
teater Brecht meyakini bahwa penonton adalah sekumpulan individu-individu yang
mampu berpikir dan berargumen, serta membuat penilaian terhadap apa yang
berlangsung di atas panggung itu sendiri. Dengan demikian, Brecht menolak
segala konsep mengenai proses pencerahan sebagaimana yang dipikirkan oleh
teater klasik.
Teater seperti halnya pula kebudayaan, Kebudayaan menurut
Koentjaraningrat, 1990:180 ; Kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Dalam teori-teori tentang budaya
oleh Roger M. Keesing yang diterjemahkan oleh Amri Marzali bahwa
"budaya" adalah warisan tingkah laku simbolik yang membuat makhluk
manusia menjadi "manusia". Jadi dengan memperhatikan gerak perubahan
dan keanekaragaman individualitas, kita tidak dapat lagi dengan mudah berkata
bahwa "satu budaya" adalah satu warisan yang dimiliki bersama oleh
sekelompok manusia dalam suatu masyarakat tertentu. Jadi hubungan antara teater
dan kebudayaan adalah sama-sama mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan
sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. (10)
Kesimpulan
Dalam naskah Simbar Kancana sang sutradara ingin menerangkan bahwa
drama pertunjukan ini tidak ada ending penyelesaian akhir cerita karena ingin
membuka wacana Simbar Kancana kepada publik melalui proses dialektika karena
begitu banyaknya versi cerita Simbar kancana dikalangan masyarakat. Seperti
halnya Brecht, Ocky SandiLemon berkeyakinan pertunjukan ini harus mempunyai
konsep yang bersikap kritis dan reflektif, harus mengambil posisi lebih moderat
dan kontemporer tanpa meninggalkan tata nilai tradisi ketimuran yang menjadi
pijakannya. Jadi dalam naskah pentas pertunjukan teater Simbar Kancana ini,
sepertinya konsep Ocky SandiLemon menampilkan bahwa konsep yang digarapnya akan
menabrak bangunan sejarah yang telah terbentuk beratus-ratus tahun yang lalu,
ia akan menjadi palu raksasa yang menggedor kesadaran pikiran dan relung batin
kita. Dan menurut Ocky SandiLemon, disitulah kekuatan pentas ini yang layak
untuk diapresiasi, melahirkan perang gagasan atas pemikiran sendiri-sendiri
yang akan menumbuhkan proses dialektika dalam pembentukan kebudayaan kedepan
yang lebih kokoh dan utuh dengan mengajak kita untuk membaca masa lalu agar
memahami masa kini dan membangun peradaban tanpa harus saling membunuh.
Sumber :
(1) Dari Buku Krisis Seni Krisis Kesadaran (2003),
Hal.103, Penulis Greg Soetomo, Diterbitkan Oleh Penerbit Kanisius.
(3) Indera Estetik, Buku Estetika Sebuah Pengantar
(2004) Penulis A. A. M. Djelantik, hal. 123, Diterbitkan oleh Masyarakat Seni
Pertunjukan Indonesia Bekerja Sama dengan Arti.
(4) Teori Penilaian Relativis (Bernard Heyl,
1943), Buku Estetika Sebuah Pengantar (2004) Penulis A. A. M. Djelantik, hal.
150, Diterbitkan oleh Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia Bekerja Sama dengan
Arti.
(5) Dari Buku Jalan Cinta Sang Sufi (2001), Hal.
249, Penulis William C. Chittick, Diterbitkan oleh Penerbit Qalam.
(6) Miriam, Budiardjo. Dasar – dasar Ilmu
Politik. (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama : 2006 ).
(7) Firdaus, Syam. Pemikiran Politik Barat
: Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan Pengaruhnya terhadap Dunia ke - 3.
(Jakarta, Bumi Aksara : 2007) Hal : 112 – 113.
(8) Dari Buku Siapakah Manusia? (2001), Hal. 66,
Penulis Louis Leahy, Diterbitkan oleh Penerbit Kanisius.
(9) Dari Buku Jalan Cinta Sang Sufi (2001), Hal.
249, Penulis William C. Chittick, Diterbitkan oleh Penerbit Qalam.
(10) Dari berbagai sumber.