adaptasi bebas dari naskah “ Aduh “ karya Putu Wijaya
Sebuah
produksi dari KlubTeater Majalengka & Limapuluhart Production
untuk FilmTeater
Semua Sakit Semua dari Ocky SandiLemon
oleh ; DNJ - PENJAGA TOKO
Kadipaten, Oktober
2015
“ S3 atau Semua
Sakit Semua “ adalah sebuah judul yang diadaptasi bebas dari naskah “Aduh“
karya Putu Wijaya. Diketik ulang dan diadaptasi bebas untuk kebutuhan produksi
KlubTeater Majalengka dan Limapuluh Art Production untuk FilmTeater “ S3 “ dari/oleh
Ocky SandiLemon. FilmTeater ini merupakan kreativitas dari sebuah produktifitas
seni, yang mengkombinasikan seni teater dengan seni peran untuk film. Seni yang
ber-combine ini merupakan sebuah ide
untuk merujuk pada sebuah realitas yang tidak menghilangkan estetikanya. Sebuah
perayaan kesadaran yang mencoba memberikan pemahaman kepada penikmatnya bahwa
ini adalah realitas yang mesti dinikmati sebagai seni, dan tanpa sadar dalam
seni tersebut mengandung agitasi yang harus dipahami sebagai persoalan
kemanusiaan. Gagasan ini sebagai bentuk ekspresi yang mesti ditangkap oleh
pancaindra, emosi dan intelek.
“ S3 “
mengisahkan sekelompok orang yang penuh keraguan untuk menolong seseorang yang
sedang sakit. Keraguan tersebut memunculkan pertentangan antara harus menolong
atau dibiarkan saja. “S3 “ menjelaskan bahwa yang sakit tersebut bukan saja
orang yang harus ditolong tetapi sekelompok orang yang penuh keraguan tersebut
telah menjadi orang sakit karena tak kunjung cepat menolong, hanya ragu, mengobrol
terus – menerus, dan dibiarkannya saja orang sakit yang butuh pertolongan
tersebut, sampai akhirnya orang sakit tersebut benar-benar tak tertolong.
Manusia yang
ada dalam cerita ini adalah sebagai tokoh yang membawa pesan, sebagai manusia
yang menyampaikan perilaku kualitas pribadi, sifat dan sikapnya. Dalam kondisi
seperti ini mencerminkan bahwa tokoh atau pelakunyapun mencerminkan sebuah realitas
yang ada. Cerita ini menampilkan sosok-sosok yang menyajikan kualitas moral
dari sifat manusia itu sendiri. Ini berarti watak dan sifat manusia merupakan
rangkaian yang dinamis dari manusia itu sendiri. Bagaimana mereka saling
mempengaruhi dan bagaimana juga mereka saling bertanya, membentuk suatu pola
pikir yang saling mempengaruhi tindakannya, dan bahwa hal ini adalah kompleks,
fleksibel, dan dipengaruhi oleh daya perkembangan suatu situasi dan kondisi
yang ada.
“ Bukanlah kesadaran manusia yang menentukan ke-ada-annya, tetapi
sebaliknya, ke-ada-an sosialnyalah yang menentukan kesadarannya “ (Konsep
Manusia Menurut Marx – Erich Fromm, hal. 26 – Pustakan Pelajar 2001) mungkin
ungkapan inilah pula yang menerjemahkan tentang tindakan sekelompok orang dalam tokoh “ S3 “ tersebut karena dalam
sebuah adegan yang saya baca dalam naskahnya terlihat begitu jelas bagaimana
tokoh-tokoh tersebut membentuk kesadarannya dari sebuah permasalahan sosialnya
dan mempengaruhi keadaan kejiwaannya atau psikologisnya. Disitu terlihat jelas
bahwa kesadarannya dipengaruhi oleh keadaan sosialnya, sehingga
dorongan-dorongan kesadaran tersebut menjadi sebuah perilaku organisasional
atas tindakan tiap individu, disini dipahami bagaimana kesadaran individu
mengarah menjadi kesadaran konsentrasi massa. Karena kesadarannya menuju sebuah
titik tindakan dan kesadaraan akan sebuah keputusan yang akan menjadi sebuah pengalaman atau
mungkin tadinya karena efek dari sebuah pengalaman yang sudah terjadi.
Dalam dunia
nyatapun ada beberapa hal yang tidak jauh dengan perilaku seperti tokoh
sekelompok orang tersebut. Dengan berbagai persoalan yang terjadi akibat
kondisi sosial sekarang ini, sangatlah menentukan kesadaran-kesadaran tiap
individu hingga akan membentuk sebuah peradaban yang mungkin menjadi asing
dengan sesama manusia itu sendiri atau bahkan seberapa menguntungkannya jika
berhubungan sosial dengan manusia lainnya. Bagaimana kita dihadapkan pada
sebuah pemikiran tentang struktur individu yang akan menjadi struktur sosial. “
S3 ” Sebuah bentuk kritik aksi, pemahaman yang melarang kita untuk berhenti
berpikir.
Seni dan
kritik sosial menjadi dua hal yang tidak bisa dipisahkan pada saat sekarang
ini, kedua-duanya merupakan suatu proses dan peristiwa yang mentransferkan
sebuah realitas ke dalam jiwa dan budi manusia karena ini menyangkut rasa puas
dan berkesadaran, nilai-nilai inilah yang mesti dikembangkan melalui proses
sosiologis dan psikologis agar sebuah seni sejalan dengan kondisi realitas yang
ada dan penikmatpun mempunyai sebuah rangsangan kesan yang kuat dalam memahami
seni dan realitas tersebut. Seni dan kritik sosial adalah sebuah kegiatan intelek
manusia dalam menyikapi segala bidang kehidupan yang dituangkan dalam sebuah
estetika. Maka nilai berkesadaran inilah yang menjadikan bahwa seni dan kritik
sosial mempunyai ruang lingkup yang luas sekali.
Keutuhan
sebuah produk yang berhubungan dengan seni dan kritik sosial adalah sebuah
pembebasan dari sifat keterasingan manusia melalui perwujudan sebuah estetika
tetapi sekaligus melampaui batas-batas nilai estetis. “ S3 “ atau Semua Sakit
Semua mencoba membeberkan tentang konsep kondisi kemanusiaan yang terkungkung oleh
sifat alienasi dan ini menjadi sebuah mediasi dialektika yang menjelaskan
hubungan antara estetika dan refleksi diri yang menjadi sebuah rasio. Persoalan
dari beberapa indikasi dari “S3” atau Semua Sakit Semua meyakini bahwa FilmTeater
tersebut adalah seluruh kerja kritis yang difokuskan kepada manusia sebagai
mahluk rasional yang sosial. Dan ini mencoba memberikan pengalaman melalui
pengetahuan yang menjadi rasio estetis agar dipahami sebagai yang unik dan
ideal.
“S3” atau
Semua Sakit Semua dalam isi dialognya, menimbulkan kontradiksi kesadaran. Kontradiksi
kesadaran ini menghasilkan sifat alienasinya, sehingga manusia menjadi terasing
terhadap sesamanya, maka munculah pertentangan-pertentangan dari dalam dan luar
dirinya yang menjadi efek terhadap lingkungannya, maka setiap manusiapun
teralienasi dari realitas sosial manusia.
“ S3 ” akan
menjadi sebuah kritik sosial yang harus disikapi dengan kesadaran kemanusiaan,
tidak lagi menjadi sebuah evolusi kesadaran tetapi ini sebuah kritik sosial
yang harus disikapi dengan revolusi kesadaran.