Translate

Thursday, October 30, 2008

apa arti semua ini

awal yang tidak diduga
akhir pun tak pernah terduga

Oktober 2008

kepada gelisah

hujan yang tanggung
cuma membuat kangen yang tanggung pula

dan pertarungan belum utuh
itu berarti
aku menunggu
untuk tertusuk larik bait puisi

Oktober 2008

seteguk pertemuan

apa lagi yang bisa diharapkan
dari waktu yang telah terlewatkan

semua usai dan selesai
tinggal merangkak menuju akhir
yang mengugurkan musim
dan meledakan pertemuan
menjadi sebuah perpisahan

Oktober 2008

menyerah

seberapa jauh lagi aku harus menyerah?
pulang ke sejarah pembentukan
mengekalkan kebekuan mimpi
pada sekerat udara yang tidak berbaju
menelanjangiku
memahat kepecundangan
menghaluskan kesenyapan

sunyi pula yang memelukku
membawaku pada ruang kesendirian
menggantungkan diri pada setiap kata
dan menerobos lepas dari dunia
dengan luka yang tetap menetes
bahkan dalam kata yang membebaskan pun
aku terluka, terpental tak dimengerti
terbaring merajut pembantaian dari parade dunia

dalam risaupun
aku tetap mendekap pada kata menyerah

Oktober 2008

lagu cium

ada nyanyian
di tembok kokoh yang berkaca
melagukan desah nafas
mendendangkan syair dan rintihan

tembang tembok berirama sumbang
memberikan nada getir
saat bibir menancap - meliar
menikam - menggelepar
di lubuk mulut
dimaknai sebagai lantunan lagu
musikalisasi jutaan puisi asmara

Oktober 2008

bosan

adalah kebosanan
di keremangan gelisah
yang mempermainkan naluri
apa yang bisa aku lakukan?
begitu kupahami
ketukan kedip mata
mendetak kebingungan

sorot mata kebosanan ini
lebih dari suatu kerinduan di pagi hari

Oktober 2008

tak ada apa pun di hari apa pun

memulai pagi
dengan tata rambut rapi
sesudah mandi, disingkapnya kembali
dan diacaknya kelimis ini
lalu menatap tajam pada cermin
dan bertanya pada cuaca buruk
apakah nasib buruk selalu berjeruji?

hari ini adalah hari kemarin
hari esok adalah hari ini
tak ada apa pun di hari apa pun
hidup,
reruntuk harapan
yang di jalani tapak kaki

Oktober 2008

apa

apa ada tentang apa
di antara apa yang memang bukan mengapa
dan tak ada bagaimana
mari kita tanya berulang
di setiap praduga
yang selalu mengembara
bertanya tentang apakah apa?

Oktober 2008

tersesat sendiri

terik ini menarik ketiak
di sepanjang larik berisik
terkungkung sengat mengusik
debu, asap, dan berita kematian
menyeretku dalam kendaraan
lalu
siapa yang akan menyapa kesendirianku?

Oktober 2008

Wednesday, October 22, 2008

penat di rindu

betapa sempurnanya keterdiaman
merangkai irama tersunyi
terpoles peristiwa kegamangan
manakala meresapi penat
muncrat di rindu
tenggelamlah kedalam
sepercik desah amarah......

Oktober 2008

bunga dari sebuah nama

bunga mawar
bunga mekar

bunga rasa
bunga risau

bunga batu
bunga bisu

dari
sebuah nama
yang terpaku!

Oktober 2008

usia

detik mendetak
terseok tak terkira
umurpun menderas
memvonis hari tua
sudah pasti itu akan mengeras

Oktober 2008

aku datang

aku datang padamu untuk sunyi
merasuk di dalam terasingmu
walau tak kukenali
ku' coba tuk mengenali
tentang kata dan sepi
yang kau kemas dari harihari

Oktober2008

Monday, October 20, 2008

suatu pagi

kau menyusup menggeliat
dalam sebuah aroma api pagi yang kering
seperti embun yang tak lagi dingin
menikamku di pagi ini
pagi yang menggerahkan
pagi yang tak terkontrol
amarahmu merajai
jika aku bersalah
mohon
maafkan!

Oktober 2008

malam tak berbentuk

bulan temaram terang
tertawa terbahak riang
meruang pada telepon genggam
yang terpanggang di setiap gang - gang

lewat jarak yang bergetar
mengabarkan rangkuman katakata

cerita telah diciptakan
semalam suntuk
semalam tak berbentuk
tanpa kepastian
kita meneguknya dalam kantuk

OKtober 2008

di rumah yang tercekik

di rumah yang tercekik
di ruang yang tersepi
di antara kulkas dan televisi
aku menggigil
melihat borjuis yang tak habishabis

Oktober 2008

telaga mulut malam

aku terkapar
di antara degup jantung
dan puisi yang kau bacakan
seketika,
sehelai kata beraroma mangga
mengiris birahi di antara selembar senyum
menelanjangi pikiran
mencumbui kerinduan

aku terkoyak
disaat aroma mangga berubah rasa
mengoyak tak berasa
mengoyak para malaikat
ketika aku meremas
telaga mulut malam yang mengeras

Oktober 2008

kenapa ?

batu memang keras
kenapa juga kau ikut - ikutan keras
kenapa ?

Oktober 2008

di sinipun adalah pantai

malam di pinggir jalan
mendamparkan diri
pada butir berdebu
dan bau aroma aspal yang berasap

dingin di sini
pada tubuh yang berkeringat
ditabrak angin yang tersesat
di sinipun adalah pantai
ketika bising kendaraan
adalah bising debur ombak

Oktober 2008

ini fatwaku

aku murka
terbakar kedangkalan
kering mengkerak
tercabik jahit pesona
merapuhkan
memabukan
membodohkan

aku tak akan minta ampun
pada setiap detik sejarah
dan masa depan
ketahuilah, ini fatwaku

Oktober 2008

tanpa kata

pada satu titik tak berkoma
kalimat terpental - pental
dalam paragrafpun aku tak sempurna
apa mau dikata
jika tak ada lagi kata
sudah
mari maknai obrolan ini
dengan diam
tanpa bahasa
tanpa memunculkan kata

September - Oktober 2008

kering

malam ini kering
hilang dari bayang
bersuara kidung lembayung

jiwamu kini kering
terbaring makin melengking

suaramu pun kering
diam di suasana hening

ayolah jangan kau buat
lidahmu juga mengering

September 2008

tersesat di ruang sendiri

saat ini jam sepuluh
tapi sudah lebih duapuluhlima
tepat di malam hari
tanpa siapapun

ini hari ke delapanbelas
angka yang dimiliki sang kamis
bulan pun sudah yang ke sembilan
berada di ruang duaribudelapan

di ruangku sendiri aku tersesat
kehilangan diriku sendiri

September 2008

Thursday, October 09, 2008

ucap pamit

bulan terpancar
di angin yang terkencang
keringat tersegar
di malam yang terkenang

melelah berlabuh
pada tubuh yang terkeluh
waktupun melebur
dan ucap pamit mengubur

aku termangu remuk bentuk
ada berpisah karena ada bertemu
terima kasih terucap di pesan
untuk memastikan
pertemuan ini menyenangkan

September 2008

[ tanpa judul ]

waktu jugalah yang bercerita tentang perubahan
tak peduli apa ini mimpi atau mati
tetap membeku pada tanaga urat nadi
untuk melanjutkan perjalanan di sore hari

selalu tak pernah mengerti
apa arti dari tangis
tatkala jerit membaringkan diri
dari sejuta suara yang diyakini

lewat keterpencilan
dengan sekerat kesakitan
perasaan sudah menjadi bangkai
terdampar dalam parit
dan pada pematang bait
masih saja dangkal
agar hidup bisa terpahami

Oktober 2008

di kedalamanmu untuk tersesat

baiklah,
bolehkah aku lebih mengenalmu?
untuk tersesat di labirinmu
tak usah terganggu, aku tak mengganggu
sekedar menyelami kedalamanmu

aku cuma teresahkan
ternyata bayangmu menyegarkan
tak usah berpikir apa lagi menegur
jika aku tak lebih sebagai tragedi dengkur

biar kubisikan;
ketakutan
keputusasaan
mereka berdua mengintaiku
maka itu
biarkanlah
aku
bertamasya
di kedalamanmu untuk tersesat

Oktober 2008

senyum

senyum,
di bibir yang tak pernah kumengerti
tak pernah lepas dari kuncup termanis
walau tak bergincu
kusetubuhi sampai menyayat hati

6 Oktober 2008 tengah malam

di sebuah pertemuan

di sebuah pertemuan
kita adalah obrolan
ada cerita pencarian
tentang kita yang kesorean
melalui perjalanan dan kepasrahan

katapun dikemas
terbawa kalimat deras
terdampar di halaman
tertumpah dalam kegelisahan

pertemuan ini bermisteri
mungkin hati yang terpungkiri
di antara dua wajah hati
ingin kuselipkan imaji

tertanda rasa kerinduan
di sebuah pertemuan

September 2008

Kadipaten - Bandung

pergi menjelang sore
elf - mikro ini sesak sekali
duduk di pinggir gadis cantik
mengundang mata melirik-lirik
tubuh kaku tak berkutik
pengap terberat
mata terlelap
tapi tetap aku harus tegap

sore tiba, di kota yang di tuju
menuju tubuh
yang mempunyai kata, nyawa, dan sepi

di sampingmu nanti aku pastikan
sunyimu adalah tetap yang tercantik

6 Oktober 2008

menggores sore

senja buram ditengah kemarau
aku melarut
pada sorot mata terbingkai
serta senyum mungil mengalir

setapak demi setapak
langkah terlukis di hamparan hitam
menjejak pada detik - menit terbuang
lewat keberduaan kita menggores sore

September 2008

kamu

sepi disini
temaram remang remang
melawan gelap menakutkan
di dalam, di sini
kamu terbang
kamu melayang
kamu mengawang
kamu membayang
kamu terkenang
merekah
setengah
terkunyah
oleh
ruang otak tak bersisi

demi kamu seutuhnya kamu
di ruang empat sisi
aku terkuliti

September 2008

hujat aku

hujat aku dengan sikap kerasmu
agar menjelma kegilaan hasrat

hujat aku dengan celoteh sinismu
supaya lahir cemas dan khawatir

dengan diam diam
aku mencairkan mataharimu
dengan diam diam pula
aku mencari muara dari hasil yang kucairkan

September 2008

refleksi keganjilan

sudahlah,
kita memang mengganjilkannya
ketika semua menggenapkannya
kau bilang ini aneh
lantas akan kau sebut apa lagi hal ini?
kita memang merindukannya
tentang mimipi yang membara
tentang satu kata yang menggelora
: cinta
itulah masalahnya

September 2008, (cinta yang tidak harus diucapkan)

tentang satu engkau

segalanya kau pertanyakan
kecuali lembut keperempuananmu

kau merasa dirimu
kau merasa batu

suka - tidak tetap satu dirimu
dengan seribu kail kau tak tergoyahkan

kenapa pula kau risaukan
antara nyaman dan tenang

jika kau menikmati dirimu
maka kaulah nyaman dan tenang itu

begitupun untukku

September 2008

menuju ujung

dan silakan mendakilah
mengeja langkah petualanganmu
bersama senja yang di tinggalkan
menuju fajar yang tak terlupakan

menjumpai adalah harapan
bagi setiap gelisah yang terisyaratkan

cobalah menjelma angin
agar bisa cepat memahat gunung
dengan berpangku pada timbunan dingin
lewat malam menuju puncak paling terujung

puncak ketinggianku cemburu murka pula
ketika kau bilang bahagia di dalamnya
saat kau menyetubuhinya
saat kau berada di puncak gunung itu

September 2008

catatan menjelang pagi

pagi buta membabibuta
bagi kata tak berkatakata
tak peduli sehuruf atau sekata
kenapa kau diam tak berada ada

lewat fajar kutitip sapa
terima kasih untuk pagi yang bersuara

September 2008

jangan tanyakan

mohon jangan bertanya
tentang aku di hari ini
ketika aku masih mengeja huruf
tentang kehidupan

belajarku tak akan pernah usai
seseringnya kau ziarahi
pusaran realitas kelas
zaman hariku tetap kuciptakan sendiri

memang aku terjepit
saat kau tabur pertanyaan
sederhananya
aku mungkin merusak hidupku
tanpa masa depan yang kutafsirkan

aku tersangkut pada dekapan ruang
tapi aku jalani sebagai perjalanan usang

September 2008

ketika terdiam

kalimatku tersumbat
kau menghitung detik
wajahku tampak pucat
kau membuatku tak berkutik

September 2008

hadiah untuk sang adik

di tepi jalan pada persimpangan
empat jalur yang tak pernah mati
pejalan-pengendara tanpa hilang batas
malam aspal tergilas oleh pelintas

di tepi jalan pada pendamparan
di bawah sinar kemodernan
di satu toko, satu harga tetap merogoh
mencari yang berarti untuk arti dari sang adik

lama benar harus terdampar
melelahkan mata, melangkah membolak balik
tapi dengan candamu sungguh menyenangkan
semoga yang berarti memiliki arti sampai ke hati

memang
kau kakak yang baik
tahu benar selera sang adik

September 2008

antara nisan dan percakapan

siang ini terlalu menggairahkan
duabelas
panas
di rabu yang berduka cita
duaempat
menggeliat
di antara nisan dan percakapan
sembilan
memainkan
kau terbalut memainkan sukma
duaribudelapan
terperankan

ternyata
pada setiap angka
rindu bukanlah isyarat
bersama puisi kau melebur
menjadi sebentuk
kesunyian
yang tersunyi
yang terberkati
yang terindui

September 2008

pada petang itu

petang hari di keramaian
tersesat di hiruk warna kesibukan
duduk manis bersama es termanis
kau di sampingku berparas gemas

petang untuk berdo'a tiba
bedug menggema menggedor dahaga

petang jauh mengabur
dan malam siap melambai

pada petang itu
di jalan ramai yang melelahkanmu
kau masih saja
tetap tampak lucu

September 2008

di kampung ini

inilah panas menebar siang
hari ini matahari terlalu gagah
silau menyengat sampai kedarah

tubuh ini terlalu letih
menyangga siang
menganga kepanasan
pada persetubuhan dengan awan

di kampung ini
tubuh ini meleleh
tak berbentuk
meracau
kacau

tapi
di sampingmu kini
perjumpaan hari ini
kau menjadi gubuk penyejuk
seperti kesuburan embun di ubun - ubun

September 2008

selamat siang

di siang yang terpanas
kujelajahi namamu di aspal
dalam bayang rambut terbaru

gumamku menjamur
sebelum bertegur
kata tengah kuukir

dengan kata sejuta rayu
langkahku menyapa dahulu
berucap kaku
; selamat siang, apa kabarmu?

September 2008

bagaimana aku menyapamu

bagaimana aku menyapamu
di ujung jalan selamat datang

menyambut rindu berpaut malu
untuk berpeluk tatap mendayu

gemetarku di ujung dagu
sembilu haru begitu merdu

haruku harum merayu
sebelum bertegur
tersenyumlah dahulu

Agustus 2008

Diantara Waktu

sial,
selalu ada yang kutunggu
dini hari sebelum pagi
;suaramu

September 2008

Meditasi Introspeksi

aku ini debu
terbaring
meringis
lenyap kehilangan sayap

aku ini derita
tervonis
tergilas
kalap terasa menyelinap

kehampaan mengancam
lalu meretak menghancurkan cinta

September 2008

ini, itu haru

inikah aku
tanpa alasan
itukah kamu
tanpa balasan

ini
itu
tetap saja

pisau
palu
tetap mengenaiku

merontokan aku disuasana haru

Agustus - September 2008

usai, selesai ...

ini aku yang kau binasakan
pada malam tanpa batas
sepi sunyi dan sepi mencekam
suaramu dan lolongan itu
pada detak hati yang bergolak: untukmu

penghabisan sudah selesai
pembantaian kata telah punah
aku tersungkur di kedalaman malam
menuntut kamu yang menghilang

aku sudah usai
malam telah selasai
mata pun terkulai
tak ada gerak untuk berontak

hatiku pun telanjang
terludahi
tersudahi
oleh diri sendiri
lagi

Agustus - September 2008

kita adalah

kelam
muram
suram

saat lalu
saat ini
saat nanti

dimana kata
yang dapat menyamankan kita
kita adalah kepura-puraan
yang disentuh tatanan kemunafikan

muak
keok
kikuk

jika kita tak bisa lagi
menghormati kata-kata
seperti apa gerangankah?

2008

dimana kau?

mendiamkan malam
dalam kebisuanmu
adalah melanggengkan
terhentinya sejarah malam ini

kau adalah bayangan
yang tak tersentuh
bagi sunyi malamku

hanya keheningan
dan kegalauan
hanya angin
yang tak pernah aku undang

... - 2008

hari yang basah

haruskah bersedih
seperti aku
seperti pohon
seperti hujan
kaku dan dingin

searah jarum jam
yang menghabiskan hari
yang ditinggalkan paman matahari

mari buka kembali dengan malam
mengadu pada ibu bulan
duduklah dipangkuannya
dan mari mengeja lagi
apa yang harus dilakukan esok hari

2008

tinggi asa

melelahkan
menegangkan
mengharukan

bumi kupijak
langit kuimpikan

matahari terpaku kikuk
dewa - dewi
terbahak ngakak

asa jadi lelucon
mari tertawalah

... - 2008

ruang diri

hambar sekali hari ini

hujan
angin
lukisan
buku
harapan
gelisah
sunyi
senyap...

menakutkan sekali hidup ini

... - 2008

malam adalah lamunan

satu malam, satu kegelisahan
semua malam masuk makam

bagi yang tak bisa meraba kemapanan
malam adalah lamunan

yang terikat kalut
kegetiran di peradaban
dunia globalisaSHIT

2008

aku tidak paham

aku tidak paham
menanggung keraguan sendiri
berharap bukan lagi kebahagiaan

aku termenung
langit tersenyum
cahaya mengembang
awan menghukum

apa itu berarti musim hujan tidak lama lagi?

2008

entah

entah terlalu mentah
sumpah seperti sampah
dan kasih hanyalah kisah

apakah aku salah
lelah
pasrah
kalah
seolah tak pernah punah

bisakah
berceloteh
tentang kemaraukah?

... - 2008

untitled

sungguh
aku rindu dengan jatuh cinta

tapi
globalisasi
kapitalis
dan pasar bebas

menakutkan aku
untuk mencintai
dan dicintai

sumpah
aku hanya ingin pergi
berlari, kabur dan terkubur
sendiri, terasing
jauh dan tersingkir

mencari senjata che guevara
agar pada suatu hari
bisa terucap
aku jatuh cinta padamu

Agustus 2008

Menetralisir Kegelisahan

Aku, selalu saja tidak pernah mau mengakui tentang perasaan yang tergelisahkan ini hanya karena pikiranku berkecamuk. Aku kini ditempatkan dalam kontradiksi jarak antara ketulusan dan kemunafikan. Ketulusan seakan membuatku bodoh, mengkonyolkan diri sendiri yang aku anggap esensi dari halusinasi akan realitas. Kemunafikan malah menguatkan ketenanganku bahwa aku terperangkap di dalam kontrol teknologis perasaan dengan mengalami keterasingan.

Mekanisme lain dari karakter perasaanku adalah otoriter, memaksaku terpencil dan tak berdaya. Membijaksanakan diri adalah salah satu untuk menetralisir keangkuhan dari kebutuhan dasar atas suatu yang membahagiakan walaupun pada akhirnya akan menyakitkan.

Aku tidak tahu, apakah aku merasa eksistensiku terancam hanya karena kehendak perasaan dan pikiran yang seakan aku anggap palsu. Menafsirkan diri adalah ketika rasa sakit itu ada dan aku merasa ada sebagai realitas diri yang ada, membingungkanku, tolong aku perlu air putih untuk menetralisirnya.

Biar selesai penderitaan ini, biar berakhir juga cerita gelisah ini dan aku membutuhkanmu untuk menetralisir kegelisahan ini. Jangan lupa bawa air putihnya.

Agustus 2008

Romantika Cinta Di Area Konsumerisme

Cahayapun terkekang dalam kerlap-kerlipnya modernisme, kalaupun masih tampak, itupun pucat. Terus terang aku tak kuasa menahan pertanyaan dibenakku " apakah harus ada harga untuk sebuah rasa cinta?"

Mari kita sambut tatanan zaman saat ini dan kita berdialog antara suara sepi dan ramainya suara kesibukan serta pengembaraan diri yang seringkali tidak kita temui dan tak terusaikan.

Sungguh. Aku terlalu dangkal untuk memahami hidup apa lagi tentang rasa, inikah keterasingan? kemarau sekarang ini mengoyak perutku menyuruhku untuk mengaburkan rasa dan dengan searah jarum jam, detik berdetak ditembok untuk merapuhkanku.

Ayolah... ini bukan melankolis yang dicap sebagai bentuk kepengecutan, ini tentang realita, senyumanpun sekarang ini harus dibeli dan memang inilah kenyataannya. Ini tahun 2008, bukan lagi tahun 1850, dimana romantisisme menjadi budaya.

Itu artinya sebelum berbicara tentang cinta masih ada yang lebih utama untuk dipertanyakan, maksudnya, saat ini cintapun butuh modal layaknya kita akan melakukan wirausaha. Cinta macam apapun juga memang seperti itu, entah sekedar untuk berbincang ataupun bersenggama.

Begitulah saat ini, karena hari ini aku berpikir bahwa "jika bersikap realistik cinta sama dengan laba, jika kita menganggap hasrat sebagi kenyataan manusia sama dengan komoditi dan pertanyaan tentang hidup sama omong kosongnya dengan diri sendiri dan tatanan dunia yang kita diami saat ini."

Agustus 2008

Monday, October 06, 2008

Gaduh

ramai di sini. mengepung urat saraf
antagonis membusung tegap. meregang
angkuh tak sekejap. ramai berfoya
tubuh bau kota menyengat berpesta
sepanjang pejalan, malam menjalar
ramai...
berdesak-mendesak beriak tak berpojok
segala menderu sampai seru mengguruh
meraya kemenangan menggantung harapan
membenamkan tatapan dalam rupiah
dari pembantaian catatan hari raya

kadipaten, 1-2 oktober 2008