Translate

Thursday, October 09, 2008

Romantika Cinta Di Area Konsumerisme

Cahayapun terkekang dalam kerlap-kerlipnya modernisme, kalaupun masih tampak, itupun pucat. Terus terang aku tak kuasa menahan pertanyaan dibenakku " apakah harus ada harga untuk sebuah rasa cinta?"

Mari kita sambut tatanan zaman saat ini dan kita berdialog antara suara sepi dan ramainya suara kesibukan serta pengembaraan diri yang seringkali tidak kita temui dan tak terusaikan.

Sungguh. Aku terlalu dangkal untuk memahami hidup apa lagi tentang rasa, inikah keterasingan? kemarau sekarang ini mengoyak perutku menyuruhku untuk mengaburkan rasa dan dengan searah jarum jam, detik berdetak ditembok untuk merapuhkanku.

Ayolah... ini bukan melankolis yang dicap sebagai bentuk kepengecutan, ini tentang realita, senyumanpun sekarang ini harus dibeli dan memang inilah kenyataannya. Ini tahun 2008, bukan lagi tahun 1850, dimana romantisisme menjadi budaya.

Itu artinya sebelum berbicara tentang cinta masih ada yang lebih utama untuk dipertanyakan, maksudnya, saat ini cintapun butuh modal layaknya kita akan melakukan wirausaha. Cinta macam apapun juga memang seperti itu, entah sekedar untuk berbincang ataupun bersenggama.

Begitulah saat ini, karena hari ini aku berpikir bahwa "jika bersikap realistik cinta sama dengan laba, jika kita menganggap hasrat sebagi kenyataan manusia sama dengan komoditi dan pertanyaan tentang hidup sama omong kosongnya dengan diri sendiri dan tatanan dunia yang kita diami saat ini."

Agustus 2008

No comments: