Di siang sengit
Kau hinggap tanpa undangan
Memesan kata tanpa basa basi
Saya hidangkan simbol.
Dan menyimbolkan diri
Seekor marah
Ada di situ.
Di situ saya belajar
Memahami
Merasa
Indah ya.. seekor marah
Rindu
Terbelakang waktu
Bodoh dari mahluk asing
Kupahami getar seekor marah
Dari garis sepi yang ditelan awan
Tarian angin membawanya
Pada cabang cabang ranting kegaduhan
Seekor marah
Terbang membelah langit
Meninggi, meracau sengit
Hilang pada kernyit dahi yang melilit
Seekor marah
serangga penggerutu
Dari benci dan sebal
Yang kurindukan pada siang.
Siang aku dan kamu
Mei 2015
Translate
Wednesday, May 13, 2015
Thursday, May 07, 2015
KUPANGGIL-MU ; RATU SIMBAR KANCANA
asap dupa kurupa mengawang
tujuh sari bunga mengundang
pelataran hijau mendarat sukma
menyayat langit membuka nama
namamu ;
nama dengan sebuah nama yang bernama
namamu ;
nama yang terbungkus kalimat dalam kata
namamu ;
menjadi -mu dalam diri -mu dan aku
padamu ;
di dalam -mu dan menjadi -ku
kupanggil ;
kupanggil namamu. untuk -ku.
untuk -mu dan untuk -ku
satu satu menjadi satu
satu terluka dua berduka
disini sunyi tercabik haru
menyan duka mengasapi luka
-mu adalah -mu
-ku adalah -ku
hadirlah -mu dengan -ku
agar -mu menjadi -mu
dan -ku menjadi -ku
-mu jadi bersama -ku !
DadanN-jek
Mei 2015
tujuh sari bunga mengundang
pelataran hijau mendarat sukma
menyayat langit membuka nama
namamu ;
nama dengan sebuah nama yang bernama
namamu ;
nama yang terbungkus kalimat dalam kata
namamu ;
menjadi -mu dalam diri -mu dan aku
padamu ;
di dalam -mu dan menjadi -ku
kupanggil ;
kupanggil namamu. untuk -ku.
untuk -mu dan untuk -ku
satu satu menjadi satu
satu terluka dua berduka
disini sunyi tercabik haru
menyan duka mengasapi luka
-mu adalah -mu
-ku adalah -ku
hadirlah -mu dengan -ku
agar -mu menjadi -mu
dan -ku menjadi -ku
-mu jadi bersama -ku !
DadanN-jek
Mei 2015
surat malam IX
Kepada ; sutradara teater Simbar Kancana
Untuk ketidakjelasan ringan serupa menarik ingus
Di ujung kepalamu tampak setan melahap khuldi dari tukang kebun yang bersyair tentang produk racun kesenian. Di malam kebudayaan, terhisap podium sebagai kekuatan gizi dari persembahan sebuah spiritualitas yang tak terselesaikan.
Kau menerjemahkan estetika pada prosa kegiatan budi manusia yang berpikir. Keindahan, kau jinakan menjadi metafora logika yang harus dirasakan melalui didaktik rasa.
Apalagi yang akan kau terjemahkan pada pemburuan seni ketika kau berpikir bahwa epik mu adalah loncatan bagi yang berpikir. Keterasingan peranmu membawa kebimbangan pada kejayaan sejarah yang kau acakacak dan berserakan.
Bulan memerah di ujung otaku, cahaya tembus pada binasanya plot. Lakon yang kau lahap menjadi gelanggang perang yang dibakar keyakinanmu.
Aku adalah orang yang tergenggam oleh kekuatan fiksi imajinatifmu, tapi aku mengambil keputusan saat bulan tenggelam disudut otakku bahwa nyawa dan keputusan cerita masih menjadi miliku.
Disini batas jalan raya yang membuatku masih bernafas. Pada gubuggubug kesadaran mari berbaris sambil menyalakan obor bahwa terjemahan cerita ini milik kita yang tak perlu kita ikut kesimpulan sutradara.
DadanN-jek
Mei 2015
Untuk ketidakjelasan ringan serupa menarik ingus
Di ujung kepalamu tampak setan melahap khuldi dari tukang kebun yang bersyair tentang produk racun kesenian. Di malam kebudayaan, terhisap podium sebagai kekuatan gizi dari persembahan sebuah spiritualitas yang tak terselesaikan.
Kau menerjemahkan estetika pada prosa kegiatan budi manusia yang berpikir. Keindahan, kau jinakan menjadi metafora logika yang harus dirasakan melalui didaktik rasa.
Apalagi yang akan kau terjemahkan pada pemburuan seni ketika kau berpikir bahwa epik mu adalah loncatan bagi yang berpikir. Keterasingan peranmu membawa kebimbangan pada kejayaan sejarah yang kau acakacak dan berserakan.
Bulan memerah di ujung otaku, cahaya tembus pada binasanya plot. Lakon yang kau lahap menjadi gelanggang perang yang dibakar keyakinanmu.
Aku adalah orang yang tergenggam oleh kekuatan fiksi imajinatifmu, tapi aku mengambil keputusan saat bulan tenggelam disudut otakku bahwa nyawa dan keputusan cerita masih menjadi miliku.
Disini batas jalan raya yang membuatku masih bernafas. Pada gubuggubug kesadaran mari berbaris sambil menyalakan obor bahwa terjemahan cerita ini milik kita yang tak perlu kita ikut kesimpulan sutradara.
DadanN-jek
Mei 2015
surat malam VIII
Kepada ; perempuan asing
Untuk sang kekasih gelap Sakyawirya
Entahlah..
Asingmu adalah asing bagiku
kenapa harus ada kau saat senja tampak
bercerita sesuka hatimu
bersembunyi dibalik telapak tangan
Ketidakmengertianku..
Kau tumbuh pada rimba berakar kertas
Tangisanmu..
Penjara tanpa penghulu
Cinta yang tak bertepi
Hanya buah perut bergejolak
Pada bumi hampa terus menyapa
Bisikan malam terus mendengkur
Kaupun terbangun bersama monumen diri
Disebuah pesta pora
dengan jeritan nafsu berkalang noda
Dan pandanganku
pada pemandanganmu
kau tetap tak kukenal
DadanN-jek
Mei 2015
Untuk sang kekasih gelap Sakyawirya
Entahlah..
Asingmu adalah asing bagiku
kenapa harus ada kau saat senja tampak
bercerita sesuka hatimu
bersembunyi dibalik telapak tangan
Ketidakmengertianku..
Kau tumbuh pada rimba berakar kertas
Tangisanmu..
Penjara tanpa penghulu
Cinta yang tak bertepi
Hanya buah perut bergejolak
Pada bumi hampa terus menyapa
Bisikan malam terus mendengkur
Kaupun terbangun bersama monumen diri
Disebuah pesta pora
dengan jeritan nafsu berkalang noda
Dan pandanganku
pada pemandanganmu
kau tetap tak kukenal
DadanN-jek
Mei 2015
Wednesday, May 06, 2015
surat malam VII
Kepada ; Centangbarang
Untuk manusia tanpa ideologi
Darah yang kau cabut masih terasa
Di Talaga ini bergitu berduka
Sesungguhnya ideologi itu adalah memanusiakan manusia. Diantara persentuhan kesaksian dan kebaikan, sedangkan kau mensakralkan kesetiaan pada pembakaran kebaikan. Dan di sisi yang lainnya kau menyetubuhi rintih dan sesal.
Hari ini masih terasa, luka yang kau sayat dengan CIS. Seperti racun dari kawat berduri menghiasi mahkota. Pembantaian terkejam membangun atap Talaga, jeritannya mengubah terang bulan menjadi terang darah, begitu sakit dan tersakiti penderitaan yang kau ciptakan.
"Mengapa kau bunuh ayah, paman?" pertanyaan yang terus menerus mendengung pada ingatan, saat dipertanyakan sang ratu kepadamu. Tidak kah ini sakit, paman?...
Kau telan rindang hasutan menjadi mantra yang kau ikuti. Inikah kesetiaan yang kau rubah dengan darah?
Kuharap luka ini harus terus kau bawa dan hisaplah derita sakit yang membuatmu sesak ketika tiap kali bulan ada.
Pada barisan luka di malan hari.
Aku merasakannya. Ada tangisan terbakar di sudut mata. mengucapkan dengan jelas Disini politik konspirasi membungkus kematian dengan begitu gegabah.
Bulan itu mewujud, paman..
Khianat yang disembunyikanpun
Selalu ada angin malam yang menghembuskannya
Tetapi kudeta dan revolusi memang benar adanya
Cuma untuk kepentingan apa dan siapa?
Semoga derita, menjadi bulan yang menghukummu
Bahwa khianat yang ditebar oleh mulut busuk
tidak akan kekal kemenangannya.
DadanN-jek
Mei 2015
Untuk manusia tanpa ideologi
Darah yang kau cabut masih terasa
Di Talaga ini bergitu berduka
Sesungguhnya ideologi itu adalah memanusiakan manusia. Diantara persentuhan kesaksian dan kebaikan, sedangkan kau mensakralkan kesetiaan pada pembakaran kebaikan. Dan di sisi yang lainnya kau menyetubuhi rintih dan sesal.
Hari ini masih terasa, luka yang kau sayat dengan CIS. Seperti racun dari kawat berduri menghiasi mahkota. Pembantaian terkejam membangun atap Talaga, jeritannya mengubah terang bulan menjadi terang darah, begitu sakit dan tersakiti penderitaan yang kau ciptakan.
"Mengapa kau bunuh ayah, paman?" pertanyaan yang terus menerus mendengung pada ingatan, saat dipertanyakan sang ratu kepadamu. Tidak kah ini sakit, paman?...
Kau telan rindang hasutan menjadi mantra yang kau ikuti. Inikah kesetiaan yang kau rubah dengan darah?
Kuharap luka ini harus terus kau bawa dan hisaplah derita sakit yang membuatmu sesak ketika tiap kali bulan ada.
Pada barisan luka di malan hari.
Aku merasakannya. Ada tangisan terbakar di sudut mata. mengucapkan dengan jelas Disini politik konspirasi membungkus kematian dengan begitu gegabah.
Bulan itu mewujud, paman..
Khianat yang disembunyikanpun
Selalu ada angin malam yang menghembuskannya
Tetapi kudeta dan revolusi memang benar adanya
Cuma untuk kepentingan apa dan siapa?
Semoga derita, menjadi bulan yang menghukummu
Bahwa khianat yang ditebar oleh mulut busuk
tidak akan kekal kemenangannya.
DadanN-jek
Mei 2015
Tuesday, May 05, 2015
surat malam VI
Kepada; Raden Panglurah
Untuk kehormatan keabadian di surga para pandita
Pada putra mahkota yang pergi begitu saja dan disepakati sebagai ruh pengembaraan. Keadaan telah mengadili yang memahami mimpi dan menjalankan realitas dari hidup kepada dunia.
Dengan segenap percikan martabat, aku terus menatap langit kelam yang membawa bulan ke arah pergolakan jiwa yang diburu untuk memahamimu.
Kerinduan pada kebebasan manusia menuju jiwa kesucian yang abadi kuakui kau yang tersyahdu,
mengalirkan kasih
mencipta zaman
memberi lentera
menuju keadaan
untuk memberi dan tanpa mengalahkan
Kepadamu putra mahkota yang meninggalkan mahkota,
di atas langit yang tak bertepi dan tak pernah ingkar bersemayam rohmu yang tak pernah mati. Pada zaman siapapun dan pada generasi manapun kau memang akan terus berdiri tegak.
Kepadamu putra mahkota tanpa mahkota,
yang berada disudut penjara tubuh sepi adalah kau yang tak pernah menggigil dihadapan riuh dunia, meninggalkan kesenangan gemuruh kerajaan. Hatimu adalah malam yang mempunyai kepekatan menuju kemanunggalan rasa dari bunyi hati yang bernada perlawanan kepada dunia.
Bagimu kekuasaan hanyalah dongeng omong kosong bagi keteraturan penjara hidup, jeruji kalimat angkuh berkiblat. Mahkota adalah kesenangan berupa pengujian jiwa yang megah dalam istana debu, sedangkan kau adalah jiwa perlawanan yang mencium harum kesunyian.
Kawan, aku menyuratimu. Walau hanya bisikan air keruh yang mengetukmu. Maka disudut ruang tanpa penghormatan kerajaan kutabur tinta wewangian biar melahirkan generasi serupa dirimu bahwa hidup tidak harus bermahkota dan berlaku serupa raja.
Karena kehidupan dimanapun yang akan menjelmakan kita menjadi apapun, kematian adalah nyanyian gaib yang akan membusukan daging.
DadanN-jek
Mei 2015
Untuk kehormatan keabadian di surga para pandita
Pada putra mahkota yang pergi begitu saja dan disepakati sebagai ruh pengembaraan. Keadaan telah mengadili yang memahami mimpi dan menjalankan realitas dari hidup kepada dunia.
Dengan segenap percikan martabat, aku terus menatap langit kelam yang membawa bulan ke arah pergolakan jiwa yang diburu untuk memahamimu.
Kerinduan pada kebebasan manusia menuju jiwa kesucian yang abadi kuakui kau yang tersyahdu,
mengalirkan kasih
mencipta zaman
memberi lentera
menuju keadaan
untuk memberi dan tanpa mengalahkan
Kepadamu putra mahkota yang meninggalkan mahkota,
di atas langit yang tak bertepi dan tak pernah ingkar bersemayam rohmu yang tak pernah mati. Pada zaman siapapun dan pada generasi manapun kau memang akan terus berdiri tegak.
Kepadamu putra mahkota tanpa mahkota,
yang berada disudut penjara tubuh sepi adalah kau yang tak pernah menggigil dihadapan riuh dunia, meninggalkan kesenangan gemuruh kerajaan. Hatimu adalah malam yang mempunyai kepekatan menuju kemanunggalan rasa dari bunyi hati yang bernada perlawanan kepada dunia.
Bagimu kekuasaan hanyalah dongeng omong kosong bagi keteraturan penjara hidup, jeruji kalimat angkuh berkiblat. Mahkota adalah kesenangan berupa pengujian jiwa yang megah dalam istana debu, sedangkan kau adalah jiwa perlawanan yang mencium harum kesunyian.
Kawan, aku menyuratimu. Walau hanya bisikan air keruh yang mengetukmu. Maka disudut ruang tanpa penghormatan kerajaan kutabur tinta wewangian biar melahirkan generasi serupa dirimu bahwa hidup tidak harus bermahkota dan berlaku serupa raja.
Karena kehidupan dimanapun yang akan menjelmakan kita menjadi apapun, kematian adalah nyanyian gaib yang akan membusukan daging.
DadanN-jek
Mei 2015
Subscribe to:
Posts (Atom)