Pentas
Seni Pertunjukan Karya Ocky Sandi
Sebuah
Kritik Sosial terhadap pembangunan
Belentung
Berlompatan, ditempatnya
Tanah sawah berlumpur
Suaranya menggembirakan
Belentung
adalah nama sejenis Katak/kodok yang bersuara nyaring, suaranya adalah
dengkungan merdu bersahut-sahutan. Belentung mempunyai arti kata menurut KBBI
adalah Katak Besar (yang berbunyi “tung, tung”). Kodok belentung hanya bisa
melompat pendek-pendek, pada hari-hari hujan, kodok belentung ramai berbunyi
nyaring di sore hari, bahkan sebelum hari gelap, khususnya jika hujan deras
turun di siang harinya. Bersuara merdu, beberapa kodok jantan biasanya
mendengkung bersahut-sahutan sambil mengapung berdekatan di genangan air yang
dangkal, kolam, atau saluran air yang tersumbat. Bunyinya: “them..
dung, them.. dung” (bunyi pertama terdengar seperti them,
phem, atau bleen.. disahuti dengan thung, atau dung dari
individu yang lain); agaknya dari sinilah kodok ini memperoleh namanya.
Kodok-kodok ini menggembungkan perutnya sambil berenang terapung, lalu
memompakan sebagian udara di perutnya itu ke kantung suara di lehernya untuk
mendapatkan bunyi dengkung yang nyaring dan keras.1
Ameng Belentung
Agraris berbeton
Hilang lobang tanah
Digerus pembangunan
Ameng Belentung. Dalam hal ini digunakan
sebagai idiom untuk sebuah pentas pertunjukan seni yang mengisahkan tentang
kritik sosial terhadap konflik agraria. Ameng berasal dari bahasa sunda yang
mempunyai arti Main sedangkan belentung adalah Katak besar/Kodok. Lalu kenapa
Ameng Belentung menjadi sebuah kritik sosial yang diungkapkan menjadi sebuah
pertunjukan seni? Awalnya adalah keprihatinan melihat petani yang tanah
sawahnya tergusur atau digusur atas nama pembangunan dan selalu meninggalkan
persoalan kemanusiaan dan lingkungan yang disebut konflik agraria, pada tahun
2018 pun naskah pertunjukan ini lahir dengan nama judul hanya Belentung dan
sekarang bertransformasi menjadi Ameng Belentung, hal ini berkaitan dengan rasa
seni yang metode pertunjukannya diciptakan oleh Ocky Sandi sendiri, seperti
yang diungkapkan oleh Ocky Sandi Metode Ameng Belentung menggunakan Metode
Papat Kalima Ameng yang mempunyai fase penciptaan berupa Observasi Kultural
(mengenal calon penonton), Kemerdekaan, Imaji, Setting Forum dan Interpartisipa.
Metode ini berangkat dari semangat ameng/main bahwa hidup hanyalah tempat
bermain di alam dunia ini. Metode Papat Kalima Ameng ini sudah dimulai dari
tahun 2010 yang terus menerus diterapkan pada setiap pementasan yang dikerjakan
oleh Ocky Sandi. Dan sekarang Metode tersebut dikolaborasikan dengan
Holographic Performance yaitu sebuah pentas yang merupakan eksplorasi tubuh
aktor yang dikolaborasikan dengan teknik hologram dan living visual mapping di mana peristiwa di atas panggung tidak
hanya akan dibahasakan oleh tubuh aktor, tapi terkadang dibahasakan oleh
hologram dan living visual mapping atau
dibahasakan oleh keduanya secara bersamaan begitulah ungkap Ocky Sandi.
Maka Ameng Belentung adalah sebuah
pentas pertunjukan yang murni seni tetapi didalamnya bermuatan kritik sosial
karena penggabungan antara seni pertunjukan dan realitas sosial yaitu sebagai
refleksi dari konflik agraria yang terjadi, persoalan pembangunan bukan hanya
persoalan demi kenyamanan hidup tetapi juga persoalan kebudayaan kemanusiaan,
batas-batas dan keseimbangan. Pembangunan pun adalah kehidupan itu sendiri yang
harus berpihak kepada nilai lokalitas masyarakat tersebut. Di sini Ameng Belentung
mencoba diaplikasikan menjadi sebuah pertunjukan seni yang mempunyai spirit kritik
sosial yaitu sebuah refleksi keberpihakan pada petani kecil yang memiliki tanah
dan bekerja untuk dirinya sendiri atau buruh tani dan buruh harian. Tanah tetap
merupakan modal dasar bagi masyarakat pedesaan dalam membangun, memberi rasa
aman dan memelihara mata pencarian yang bisa menopang dan mempertahankan
identitas budaya, menggunakan hak sipil, ekonomi, sosial, dan budaya mereka
dalam mendorong gerak demokratisasi yang lebih besar. Tanah tak hanya bernilai
secara ekonomis namun juga bermakna politis.2
Ameng Belentung menjadi sebuah seni
pertunjukan yang ditampilkan dalam bentuk pertunjukan yang bercerita, pakaian dan riasan yang dikenakan,
perlengkapan yang digunakan serta ada gerak yang ditarikan hal ini merupakan
ungkapan kehendak pelaku seni yang melaksanakannya. Fungsi seni ialah membantu
perkembangan kesadaran manusia, membantu memajukan sistem sosial.3 Ameng Belentung mencoba hadir dalam bentuk
kesenian, mencoba mempengaruhi terhadap kemajuan dan perkembangan serta pembangunan tatanan
sosial berbangsa dan bernegara, dalam kritik sosial yang disuguhkan, ameng
belentung memandang bahwa seni adalah sesuatu yang dibuat dari pengolahan
ide dan rasa dari kondisi yang mempengaruhinya pada saat itu lalu menjadilah
cipta karya, bekerjanya estetika inilah yang memungkinkan seni mampu mengenali
kesatuan dan totalitas yang dihubungkan dengan realitas maka akan menjadi manusia
yang utuh bagi yang memahaminya. Seni sendiri lebih cendrung dikatakan atau
dikaitkan dengan sesuatu yang punya nilai estetika atau keindahan baik secara
bentuk, rupa, fungsi dan material yang digunakan.
Belentung VS Pembangunan
Petani sengsara! Tercerabut dari tanahnya
Menderita, dicambuk, dan terbelenggu
Terusir oleh keserakahan pembangunan
Dan kekuasaan terlalu angkuh dan merajalela
Dalam ameng belentung ini, belentung digambarkan sebagai petani
yang tergusur atau pihak yang dirugikan oleh kekuasaan/pembangunan, seperti
ungkapan Lenin; kaum tani tidaklah homogen. Ada diferensiasi kelas didalamnya. Sebagian
besar diantaranya tergolong proletariat sehingga harus dijadikan subjek
revolusi. Diferensiasi inilah yang disebut belentung yaitu buruh tani dan buruh
harian atau petani kecil yang memiliki tanah dan
bekerja untuk dirinya sendiri. Hal ini menjadi sebuah kontradiksi atau
pertentangan antara kaum yang terusir dan kaum pengusir, kontradiksi ini
menjadi keberadaan dalam waktu yang lama di dalam satu tatanan sosial berbangsa
dan tentunya bagi mereka yang menyadarinya dengan keadaan tersebut. Maka Marx menurunkan
tesisnya, yaitu sejarah kemanusiaan yang berubah dari satu formasi sosial
ekonomi ke formasi yang lebih baru. Meningkat dalam lompatan-lompatan yang
revolusioner.4 inilah yang disebut Marx sebagai materialisme
historis. Seperti yang diungkapkan Mao Tse-Tung dalam bukunya yang berjudul
Kontradiksi ; “Di dalam sejarah manusia, antagonisme di antara kelas-kelas ada
sebagai pernyataan khusus dari perjuangan di dalam kontradiksi.”5
Seni dan Pembangunan
Selalu terjadi!
Tanah subur dan dingin ini
menjanjikan kemakmuran padaku,
Padaku,
Namun aku berduka dengan cambukan dan air mata
Kekuasaan menggusurku,
Tanah adalah rezeki dari Tuhan sepenuhnya
Tapi kapitalisme merampasnya.
Inilah kontradiksi sejarah umat manusia.
Pembangunan apapun bentuknya berupa kebaikan atau keburukan akan
mempengaruhi kebudayaan yang telah terbangun secara alamiah, pembanguanan akan
menjadi sumber kebudayaan yang baru dan ini akan menjadi kontardiksi bagi
kebudayaan sebelumnya inilah yang akan menetukan sejarah kedepannya. Seni lahir
dari kebudayaan yang ada maka alangkah wajibnya jika seni harus menjadi kritik
sosial bagi pembangunan yang akan berkontradiksi tersebut.
Seni dan budaya menjadi perspektif dalam pentingnya perencanaan
pembangunan. Perkembangan pembangunan sangat berpengaruh tinggi terhadap budaya
suatu daerah atau bangsa dan negara dan peran seni sangatlah penting karena
dalam seni ada nilai-nilai luhur kehidupan yang bisa menjadi landasan pada
sebuah kehidupan yang bersosial. Dalam pemikiran Marx menjadi arah untuk
tindakan, dan kemudian masih disertai dengan analisis historis konkret terhadap
berbagai kontradiksi perkembangan historis.6
Seni dan pembangunan haruslah berkeadilan, sederhana dan
berkemajuan dengan mengedepankan nilai-nilai kebudayaan sebagai corak yang
berkepribadian dalam berbangsa dan menjadi langkah strategis dalam
mengembangkan potensi dan kearifan lokal hingga menjadi identitas yang
menunjang perputaran ekonomi yang berbasis kawasan, hingga pembangunan tidak
lagi menjadi hal yang merampas dan berkontradiksi.
Panjang umur alam raya!!!
Daftar Pustaka :
1.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/belentung
2. Saturnino
M. Borras Jr. La Via Campesina Potret Gerakan Tani Transnasional, Bandung:
Garis Pergerakan 2005: hlm, 9.
3. G.
Plekhanov. Seni dan Kehidupan Sosial, Bandung: Ultimus 2006: hlm, 1.
4. Andi Muawiyah Ramli. Peta Pemikiran Karl Marx
(Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis), LkiS Yogyakarta 2000: hlm,
134.
5. Mao
Tse-Tung, Kontradiksi, Teplok Press 2000 : hlm, 91. Terjemahan Ismail.
6.
Greg Sutomo, Krisis seni
krisis kesadaran, Kanisius Yogyakarta 2003 : hlm, 31.